Jumat, 24 September 2010

Pangkal Kerapuhan Kapitalisme


Kapitalisme adalah istilah yang dipakai untuk menamai sistem ekonomi yang mendominasi dunia Barat sejak runtuhnya feodalisme pada abad ke-16 (Dillard, 1987). Milton H. Spencer dalam bukunya, Contemporary Macro Economics (1977), mendefinisikan kapitalisme sebagai sebuah organisasi ekonomi yang dicirikan oleh kepemilikan individu atas alat-alat produksi dan distribusi serta pemanfaatan kepemilikan individu itu untuk memperoleh laba dalam kondisi-kondisi yang sangat kompetitif (Winardi, 1990).

Tak dapat dipungkiri, Kapitalisme sebagai sistem ekonomi kini tengah berjaya di tingkat global, terutama setelah momentum hancurnya Sosialisme pada awal 1990-an. Hampir seluruh negara di dunia menerapkan Kapitalisme dengan berbagai variasinya. Robert Gilpin dan Jean Millis Gilpin dalam bukunya, The Chalenge of Global Capitalism (2000), bahkan memuji Kapitalisme sebagai “sistem ekonomi pencipta kesejahteraan paling berhasil yang pernah dikenal di dunia.”

Namun, para pemuja fanatik Kapitalisme itu lupa untuk menyoal, siapa yang menikmati kesejahteraan itu. Penikmat kesejahteraan sebagian besarnya hanyalah negara-negara penjajah kaya. Kapitalisme justru gagal total dalam mendistribusikan pendapatan global. Pada tahun 1960, 20% penduduk dunia terkaya menikmati 75% pendapatan dunia; sedangkan 20% penduduk termiskin hanya menerima 2,3% pendapatan dunia. Pada tahun 1997 ketimpangan global itu bukan makin berkurang, namun makin parah. Sebanyak 20% penduduk terkaya itu menikmati pendapatan global makin banyak, yakni 80%. Sebaliknya, 20% penduduk termiskin menerima pendapatan global makin sedikit, yakni menjadi 1% saja (Spilanne, 2003).

Tak hanya gagal dalam distribusi, Kapitalisme saat ini tengah meluncur menuju jurang kehancuran. Tanda-tanda kerapuhan Kapitalisme makin terlihat. Harry Shutt dalam bukunya, Runtuhnya Kapitalisme (2005), menyebutkan bahwa Kapitalisme kini sedang mengalami “gejala-gejala utama kegagalan secara sistemik”. Misal: semakin lesunya pertumbuhan ekonomi dan semakin seringnya krisis keuangan.

Jelas, ada yang salah dalam Kapitalisme. Kesalahan ini bagaikan cacat bawaan yang melekat pada Kapitalisme sejak kelahirannya. Cacat ini sedemikan fatalnya sehingga yang diperlukan bukan lagi koreksi berupa pembaruan atau perbaikan pada lapisan kulitnya saja, namun perombakan total untuk membentuk sistem yang sama sekali baru (Jerry Mander dkk, 2004).

Tulisan ini berusaha menguraikan faktor-faktor paling mendasar yang mempengaruhi kerapuhan Kapitalisme dan akan langsung dibandingkan dengan solusi alternatifnya menurut Islam.

Ekonomi Berbasis Moneter
Kapitalisme modern saat ini dibangun dengan monetary based economy (ekonomi berbasis sektor moneter/keuangan/non-real), bukan real based economy (ekonomi berbasis sektor real). Artinya, Kapitalisme dominan bermain di level atas dari ekonomi real. Rente (keuntungan) ekonomi diperoleh bukan melalui kegiatan investasi produktif (produksi barang dan jasa), melainkan dalam investasi spekulatif melalui sektor non-real (keuangan); misalnya melalui kredit perbankan serta jual-beli surat berharga seperti saham dan obligasi (Harahap, 2003). Dalam ekonomi berbasis sektor moneter/keuangan inilah, Kapitalisme tidak dapat dilepaskan dengan bunga (riba).

Sistem ekonomi non-real ini berpotensi besar untuk meruntuhkan sistem keuangan secara keseluruhan. Menurut The Morgan Stanley yang dikutip David Ignatius (Washington Post, 15/11/2002), pada tahun 2001 dan 2002 jumlah obligasi yang default (gagal bayar) sebesar Rp 1.650 triliun. Jumlah ini lebih besar daripada jumlah obligasi yang default selama 20 tahun sebelumnya jika seluruhnya diakumulasikan. Kompas (16/01/2003) memberitakan, US$ 277 miliar obligasi di Amerika tidak bisa dibayar. Ini baru dari aspek surat berharga obligasi yang berbasis bunga (interest based) (Harahap, 2003).

Dari aspek kredit bank juga dapat diketahui, bahwa kualitas aktiva produktif (kredit) di Amerika semakin lama semakin turun. Menurut data Moody’s Ratio of Credit Downgrades to Upgrades, terlihat bahwa kredit bank di Amerika semakin menurun sejak tahun 1995 hingga tahun 2003. Ini membuktikan, bahwa pola kredit perbankan berbasis bunga dapat membahayakan kelangsungan perbankan itu sendiri, dan pada akhirnya dapat membahayakan sektor real dan perekonomian secara umum (Harahap, 2003).

Islam berbeda dengan Kapitalisme. Islam tidak mengakui keberadaan sektor non-real berbasis bunga, karena Islam telah mengharamkan riba, termasuk bunga (QS 2: 275). Dengan kata lain, dalam Islam, uang bukanlah komoditi yang karenanya mempunyai harga. Harga uang inilah yang dalam teori-teori Kapitalisme disebut bunga. Menurut buku UK Budget Red Books 1990, “Suku bunga merupakan harga dari uang dan kredit.” (El-Diwany, 2003). Uang dalam Islam hanyalah sebagai alat tukar saja, bukan sebagai komoditi sebagaimana dalam Kapitalisme.

Dengan kata lain, ekonomi Islam adalah real based economy (ekonomi berbasis sektor real). Ini merupakan kebalikan total dari ekonomi Kapitalisme yang dibangun dengan monetary based economy. Keuntungan hanya diperoleh melalui jerih payah nyata (real) dalam produksi barang atau jasa.

Ekonomi Berbasis Uang Kertas (Fiat Money)
Fiat money adalah uang kertas yang secara legal diakui pemerintah melalui dekrit sebagai uang resmi, namun tidak ditopang dengan logam mulia seperti emas dan perak (Hamidi, 2007). Uang kertas itulah yang sekarang digunakan oleh negara-negara kapitalis seperti Amerika Serikat. Sejak berakhirnya sistem Bretton Woods yang mengaitkan dolar dengan emas (1 ons/28,35 gram emas=35 dolar AS) pada tahun 1970-an, dolar AS tidak ditopang lagi dengan emas dan dapat berlaku hanya karena kepercayaan (trust) orang pada dolar.

Seiring dengan dominasi Kapitalisme AS, mata uang dolar kini menjadi salah satu mata uang kuat (hard currency) dunia yang digunakan sebagai standar nilai dan alat pembayaran dalam perdagangan internasional.
Sistem uang kertas ini merupakan salah satu akar kerapuhan Kapitalisme. Betapa tidak. Pasalnya, jika dibandingkan dengan mata uang Islam (dinar dan dirham), uang kertas sesungguhnya mempunyai kelemahan mendasar, antara lain selalu terkena inflasi permanen (Hamidi, 2007). Di samping itu, uang kertas jauh dari nilai keadilan (fairness) lantaran nilai intrinsiknya tidak sama dengan nilai nominalnya.

Mengenai inflasi permanen, perhatikan ilustrasi berikut. Misal: Anda meminjamkan uang kepada teman Anda tahun ini sebesar Rp 100 juta rupiah. Teman Anda akan mengembalikan sejumlah Rp 100 juta juga, namun 10 tahun lagi. Samakah nilai Rp 100 juta sekarang dengan Rp 100 juta untuk 10 tahun lagi? Jelas tidak sama. Uang kertas rupiah ini akan mengalami depresiasi (penurunan nilai) karena inflasi permanen. Inilah kelemahan mendasar uang kertas.

Mata uang Islam (dinar dan dirham) berbeda dengan mata uang dalam Kapitalisme. Dinar dan dirham terbukti dalam sejarah sangat kecil sekali inflasinya. Pada masa Rasulullah saw., dengan uang 1 dinar (4,25 gram emas) orang dapat membeli seekor kambing, dan dengan uang 1 dirham (2,975 gram perak) dapat dibeli seekor ayam. Pada masa sekarang ini, tahun 2007, dengan uang senilai 1 dinar orang masih dapat membeli seekor kambing; dan dengan uang senilai 1 dirham orang sekarang masih dapat membeli seekor ayam. Luar biasa, bukan?

Pada mata uang kertas, nilai intrinsiknya tidak sama dengan nilai nominalnya. Ini jelas tidak adil. Misal: untuk mencetak uang dengan nilai nominal 1 dolar AS diperlukan biaya yang besarnya hanya 4 sen dolar AS. Jadi, nilai intrinsik uang 1 dolar sebenarnya hanya 4 sen dolar. Kalau kurs 1 dolar AS, misalnya, senilai Rp 10.000, berarti 4 sen dolar hanya sebesar Rp 400. Nah, sekarang kalau mau mencetak uang 100 dolar AS, berapa biaya produksi yang diperlukan? Jelas sekali tidak akan jauh berbeda dengan biaya mencetak uang 1 dolar AS (Hamidi, 2007).

Berbeda dengan uang kertas, pada dinar dan dirham nilai intrinsik dan nominalnya menyatu, tidak bakal ada perbedaan. Mengapa? Sebab, nilai nominal dinar atau dirham ditentukan semata oleh berat logamnya itu sendiri yang sekaligus menjadi nilai intrinsiknya, bukan ditentukan oleh dekrit atau pengumuman bank sentral. Kalau kita menyimpan uang Rp 100 ribu sebanyak satu karung, lalu Bank Indonesia mengumumkan uang itu tidak berlaku lagi dan tidak bisa ditukar dengan uang baru, kita tak bisa berbuat apa-apa. Sekarung uang itu hanya menjadi sampah tak bernilai. Berbeda halnya kalau kita mempunyai dinar emas seberat 100 gram, misalnya. Dinar emas akan tetap berlaku sebagai alat tukar di mana pun dan kapan pun, tidak bergantung pada dekrit pemerintah atau bank sentral.

Keunggulan dinar dan dirham Islam itu tidak dimiliki oleh dolar AS yang dominan sekarang. Jika dinar dan dirham memperkokoh ekonomi karena tahan inflasi, dolar AS justru akan merapuhkan ekonomi lantaran rentan inflasi. Pasalnya, ketika dolar tidak ditopang dengan emas lagi, pemerintah AS akan gampang tergoda mencetak dolar dalam jumlah tak terbatas (unlimited). Penciptaan dolar yang terus-menerus oleh Federal Reserve (Bank Sentral) AS inilah yang dianggap para pakar seperti Friedman dan Schwartz (1983) sebagai biang keladi di balik depresi terburuk sepanjang sejarah Amerika. Mereka mengatakan, Federal Reserve-lah yang menyebabkan inflasi terus-menerus karena mencetak dolar yang melebihi nilai barang dan jasa yang ada (Hamidi, 2007).

Ekonomi Berbasis Utang
Utang, baik yang dilakukan negara-negara kapitalis maupun negara-negara Dunia Ketiga, terbukti sama-sama membahayakan. Total out standing utang AS (pemerintah dan swasta) dari tahun ke tahun semakin meningkat. Pada tahun 1998 jumlahnya ‘baru’ 5,5 triliun dolar AS, dan pada tahun 2002 jumlahnya menjadi 6,2 triliun dolar AS. Jelas ini jumlah yang luar biasa besar kalau dibandingkan dengan utang Indonesia yang ‘hanya’ 120 miliar dolar AS pada tahun 1998 dan turun menjadi 98 miliar dolar AS pada tahun 2002.

Bagaimana AS mengatasi masalah ini? Gampang, AS tinggal mencetak dolar sebanyak-banyaknya, lalu mengalihkan beban inflasinya ke segala pihak yang memegang uang dolar di seluruh dunia (Hamidi, 2007). Dampaknya, pertumbuhan ekonomi yang muncul akan bersifat semu (bubble economy) dan ancaman kolapsnya pun tinggal menunggu waktu.

Bagi negara-negara Dunia Ketiga yang ikut-ikutan menerapkan Kapitalisme, utang telah menjadi alternatif andalan dalam pembiayaan pembangunan mereka sejak berakhirnya Perang Dunia II (1945). Namun, para penguasa Dunia Ketiga itu tidak sadar, bahwa utang luar negeri sebenarnya lebih bermotif ideologi-politik daripada motif ekonomi. John F. Kennedy tahun 1962 pernah menegaskan, bahwa utang luar negeri merupakan metode AS untuk mempertahankan kedudukannya yang berpengaruh dan memiliki pengawasan di seluruh dunia (Beaud, 1987). Dengan demikian, utang luar negeri bagi negara-negara Dunia Ketiga bukan saja menimbulkan masalah ekonomi (beban utang yang berat), namun juga masalah ideologi dan politik, yaitu hegemoni ideologi Kapitalisme di negeri-negeri Islam.

Islam dengan tegas mengharamkan utang luar negeri dengan dua alasan utama. Pertama: karena utang itu pasti disertai syarat bunga, padahal Islam mengharamkan bunga (QS 2: 275). Kedua: karena utang itu telah menghancurkan kedaulatan negeri penerima utang dan hanya menjadi jalan hegemoni penjajah kafir. Padahal hegemoni kafir atas umat Islam juga diharamkan (QS 4: 141).

Ekonomi Berbasis Investasi Asing
Investasi asing yang dilakukan negeri-negeri Islam terbukti lebih menguntungkan negara-negara investor dan malah merugikan ekonomi lokal. Ekonom Sritua Arief pernah menghitung, untuk 1 dolar AS investasi asing yang masuk ke Indonesia, ternyata yang balik lagi keluar dari Indonesia adalah sepuluh kali lipatnya, alias 10 dolar AS.

Investasi asing yang dilakukan ternyata lebih sebagai penghisapan dan eksploitasi yang kejam. Sebanyak 70% sumberdaya alam di Indonesia telah dikuasai asing. Indonesia hanya mendapat bagian sedikit, ditambah ‘bonus’ mengerikan berupa kerusakan lingkungan dan konflik sosial. Emas Papua yang dieksploitasi PT Freeport, misalnya, pertahun menghasilkan Rp 40 triliun. Namun, Pemerintah Indonesia hanya mendapat bagian 9,4 % ditambah pajak dan royalti, serta itu tadi, bonus kerusakan lingkungan yang dahsyat dan konflik sosial antara penduduk lokal dengan PT Freeport karena ketidakadilan.

Islam memberikan ketentuan syariah yang jelas mengenai investasi asing. Dalam investasi asing untuk SDA, misalnya, Islam telah menetapkan bahwa SDA seperti emas, minyak, dan gas, adalah milik umum, bukan milik individu atau milik negara. Jadi, tambang tidak boleh diserahkan kepada investor untuk dieksplorasi dengan sistem bagi hasil. Yang benar, 100% hasil tambang adalah milik umum yang dikelola negara. Jika ada pihak swasta yang dilibatkan, itu sebatas kontrak tenaga kerja atau kontrak sewa, dan peralatan yanga dibayar sesuai dengan jasa mereka.
Wallahu a'lam.

[KH
. M Shiddiq al-Jawi]

Menyikapi Perbedaan Aliran dalam Islam


Sesungguhnya dasar hukum Islam bersumber dari Al Qur'an dan Hadits. Al Qur'an merupakan kumpulan firman Allah yang berisi petunjuk bagi orang yang bertakwa, sedang Hadits merupakan penjelasan dari Nabi Muhammad SAW.

Jika ada masalah yang tak ada solusinya dalam Al Qur'an dan Hadits, barulah para ulama Mujtahid bisa melakukan ijtihad untukmencapai Ijma' Ulama (Kesepakatan ulama) yang tentunya tak boleh bertentangan dengan Al Qur'an dan Hadits. Hal ini sama dengan peraturan camat tak boleh bertentangan dengan peraturan Walikota,peraturan pemerintah, dan UUD:

"Kitab (Al Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa," [Al Baqoroh:2]

Sebagai Muslim, kita dilarang kafir (mengingkari) perintah Allah dalam Al Qur'an:

"Dan berimanlah kamu kepada apa yang telah Aku turunkan (Al Qur'an)yang membenarkan apa yang ada padamu (Taurat), dan janganlah kamu menjadi orang yang pertama kafir kepadanya, dan janganlah kamu menukarkan ayat-ayat-Ku dengan harga yang rendah, dan hanya kepada Akulah kamu harus bertakwa" [Al Baqoroh:41]

Kafir terhadap Al Qur'an bukan cuma berarti dia terang-terangan menyatakan kafir terhadap isi Al Qur'an, tapi juga dia berusaha menafsirkan isi Al Qur'an sehingga berbeda dengan maknanya.

Padahal Allah menegaskan bahwa dalam Al Qur'an itu ada ayat yang jelas yang wajib kita amalkan, sedang ayat yang tak jelas hanya Allah saja yang mengetahuinya.

"Dia-lah yang menurunkan Al Kitab (Al Qur'an) kepada kamu. Di antara (isi) nya ada ayat-ayat yang muhkamaat itulah pokok-pokok isi Al Qur'an dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat.

Adapun orang-orang yang dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari ta'wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta'wilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata:

"Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyabihat, semuanya itu dari sisi Tuhan kami." Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal." [Ali Imron:7]

Hanya orang yang sesat yang berusaha menafsirkan ayat yang tak jelas (mutasyabihat) dengan maksud menimbulkan perpecahan. Adapun ayat yang Muhkamaat (jelas), orang kebanyakan bisa langsung memahami maknanya.

Bukankah zaman dulu meski belum ada IAIN, Al Azhar atau para doktor, toh penduduk Arab yang rata-rata cuma penggembala bias memahami makna Al Qur'an yang Muhkamaat dan melaksanakannya? Coba lihat 2 ayat di bawah ini, jelas bukan maknanya?

"Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana." [Al Maa-idah:38]

"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa," [Al Baqoroh:183]

Jika kita mempelajari Al Qur'an dan Hadits, niscaya kita bias mendapatkan penjelasan yang lebih detail bagaimana pelaksanaannya, misalnya jumlah minimal curian sehingga seorang pencuri bisa dipotong tangannya.

"Dan barangsiapa yang taat kepada Allah dan rasul-Nya dan takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, maka mereka adalah orang-orang yang mendapat kemenangan." [An Nuur:52]

Ada baiknya dalam menafsirkan atau menjelaskan Al Qur'an itu dengan memakai ayat Al Qur'an sendiri. Jika tak ada, baru dengan hadits. Setelah itu baru dengan pikiran sendiri. Bukan sebaliknya kita malah memakai pikiran sendiri dan meninggalkan Al Qur'an dan Hadits.

Dengan memakai pikiran semata yang bertentangan denga Al Qur'an dan Hadits cuma akan menimbulkan perpecahan, karena setiap orang itu berbeda-beda pendapatnya.

"Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan ni`mat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena ni`mat Allah orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu daripadanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapatpetunjuk." [Ali Imron:103]

Seorang ulama sekalipun tak boleh mengharamkan apa yang dihalalkan Allah atau menghalalkan apa yang diharamkan Allah atau menafsirkan Al Qur'an dengan hawa nafsunya sendiri. Ummat Yahudi yang bertaqlid buta pada ulamanya meski ulamanya melanggar perintah Allah, disebut oleh Allah sebagai mempertuhankan para ulama.

"Mereka menjadikan orang-orang alimnya, dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah, dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putera Maryam; padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan." [At Taubah:31]

Jadi jika ummat Islam konsisten berpedoman pada Al Qur'an dan Hadits serta tidak mentafsirkan ayat-ayat yang Mutasyabihat (tak jelas), niscaya tidak akan timbul perpecahan. Akan lebih baik bagi kita untuk mempelajari dan mengamalkan ayat-ayat yang Muhkamaat (jelas) serta Hadits ketimbang melakukan penafsiran seenak sendiri sehingga hasilnya hukum Islam versi mereka tak lebih seperi hokum sekuler yang dipakai di negara-negara Barat.

Nabi Muhammad SAW dalam Catatan Sejarah


Muhammad
Dari Wikipedia Indonesia, ensiklopedia bebas berbahasa Indonesia.

Muhammad (bahasa Arab: محمد, juga dikenal sebagai Mohammad, Mohammed, dan kadang-kadang oleh orientalis Mahomet, Mahomed) adalah pembawa ajaran Islam, dan diyakini oleh umat Muslim sebagai nabi Allah (Rasul) yang terakhir. Menurut biografi tradisional Muslimnya (dalam bahasa Arab disebut sirah), ia lahir sekitar tahun 570 di Mekkah (atau "Makkah") dan wafat pada 8 Juni 632 di Madinah. Kedua kota tersebut terletak di daerah Hejaz (Arab Saudi saat ini).

"Muhammad" dalam bahasa Arab berarti "dia yang terpuji". Muslim mempercayai bahwa ajaran Islam yang dibawa oleh Muhammad S.A.W adalah penyempurnaan dari agama-agama yang dibawa oleh nabi-nabi sebelumnya. Mereka memanggilnya dengan gelar Rasulullah (رسول الله), dan menambahkan kalimat sallallaahu alayhi wasallam (صلى الله عليه و سلم, yang berarti "semoga Allah memberi kebahagiaan dan keselamatan kepadanya"; sering disingkat "S.A.W") setelah namanya. Selain itu Al-Qur'an dalam Surat Ash Shaff (QS 61:6) menyebut Muhammad dengan nama "Ahmad" (أحمد), yang dalam bahasa Arab juga berarti "terpuji".

Michael H. Hart, dalam bukunya The 100, menetapkan Muhammad sebagai tokoh paling berpengaruh sepanjang sejarah manusia. Menurut Hart, Muhammad adalah satu-satunya orang yang berhasil meraih keberhasilan luar biasa baik dalam hal agama maupun hal duniawi. Dia memimpin bangsa yang awalnya terbelakang dan terpecah belah, menjadi bangsa maju yang bahkan sanggup mengalahkan pasukan Romawi di medan pertempuran.[1]


Genealogi

Silsilah Muhammad dari kedua orang tuanya kembali ke Kilab bin Murrah bin Ka'b bin Lu'ay bin Ghalib bin Fihr (Quraish) bin Malik bin an-Nadr (Qais) bin Kinanah bin Khuzaimah bin Mudrikah (Amir) bin Ilyas bin Mudar bin Nizar bin Ma`ad bin Adnan.[2] Dimana Adnan merupakan keturunan laki-laki ke tujuh dari Ismail bin Ibrahim, yaitu keturunan Sam bin Nuh.[3]

Riwayat
Kelahiran
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Maulud Nabi Muhammad
Para penulis sirah (biografi) Muhammad pada umumnya sepakat bahwa ia lahir di Tahun Gajah, yaitu tahun 570 M. Muhammad lahir di kota Mekkah, di bagian Selatan Jazirah Arab, suatu tempat yang ketika itu merupakan daerah paling terbelakang di dunia, jauh dari pusat perdagangan, seni, maupun ilmu pengetahuan. Ayahnya, Abdullah[4], meninggal dalam perjalanan dagang di Yastrib, ketika Muhammad masih dalam kandungan. Ia meninggalkan harta lima ekor unta, sekawanan biri-biri dan seorang budak perempuan bernama Ummu Aiman yang kemudian mengasuh Nabi.[3]

Pada saat Muhammad berusia enam tahun, ibunya Aminah binti Wahab mengajaknya ke Yatsrib (Madinah) untuk mengunjungi keluarganya serta mengunjungi makam ayahnya. Namun dalam perjalanan pulang, ibunya jatuh sakit. Setelah beberapa hari, Aminah meninggal dunia di Abwa' yang terletak tidak jauh dari Yatsrib, dan dikuburkan di sana.[2] Setelah ibunya meninggal, Muhammad dijaga oleh kakeknya, 'Abd al-Muththalib. Setelah kakeknya meninggal, ia dijaga oleh pamannya, Abu Thalib. Ketika inilah ia diminta menggembala kambing-kambingnya disekitar Mekkah dan kerap menemani pamannya dalam urusan dagangnya ke negeri Syam (Suriah, Libanon dan Palestina).

Hampir semua ahli hadits dan sejarawan sepakat bahwa Muhammad lahir di bulan Rabiulawal, kendati mereka berbeda pendapat tentang tanggalnya. Di kalangan Syi'ah, sesuai dengan arahan para Imam yang merupakan keturunan langsung Muhammad, menyatakan bahwa ia lahir pada hari Jumat, 17 Rabiulawal; sedangkan kalangan Sunni percaya bahwa ia lahir pada hari Senin, 12 Rabiulawal atau (2 Agustus 570M).[3]

Masa remaja
Dalam masa remajanya, diriwayatkan bahwa Muhammad percaya sepenuhnya dengan keesaan Tuhan. Ia hidup dengan cara amat sederhana dan membenci sifat-sifat angkuh dan sombong. Ia menyayangi orang-orang miskin, para janda dan anak-anak yatim serta berbagi penderitaan dengan berusaha menolong mereka. Ia juga menghindari semua kejahatan yang biasa di kalangan bangsa Arab pada masa itu seperti berjudi, meminum minuman keras, berkelakuan kasar dan lain-lain, sehingga ia dikenal sebagai As-Saadiq (yang benar) dan Al-Amin (yang terpercaya). Ia senantiasa dipercayai sebagai penengah bagi dua pihak yang bertikai di kampung halamannya di Mekkah.


Kerasulan
Gua Hira tempat pertama kali Muhammad memperoleh wahyuMuhammad dilahirkan di tengah-tengah masyarakat terbelakang yang senang dengan kekerasan dan pertempuran. Ia sering menyendiri ke Gua Hira', sebuah gua bukit dekat Mekah, yang kemudian dikenali sebagai Jabal An Nur karena bertentangan sikap dengan kebudayaan Arab pada zaman tersebut. Di sinilah ia sering berpikir dengan mendalam, memohon kepada Allah supaya memusnahkan kekafiran dan kebodohan.

Pada suatu malam, ketika Muhammad sedang bertafakur di Gua Hira', Malaikat Jibril mendatanginya. Jibril membangkitkannya dan menyampaikan wahyu Allah di telinganya. Ia diminta membaca. Ia menjawab, "Saya tidak bisa membaca". Jibril mengulangi tiga kali meminta agar Muhammad membaca, tetapi jawabannya tetap sama.

Akhirnya, Jibril berkata:

"Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dengan nama Tuhanmu yang Maha Pemurah, yang mengajar manusia dengan perantaraan (menulis, membaca). Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya."

Ini merupakan wahyu pertama yang diterima oleh Muhammad. Ketika itu ia berusia 40 tahun. Wahyu turun kepadanya secara berangsur-angsur dalam jangka waktu 23 tahun. Wahyu tersebut telah diturunkan menurut urutan yang diberikan Muhammad, dan dikumpulkan dalam kitab bernama Al Mushaf yang juga dinamakan Al-Quran (bacaan). Kebanyakan ayat-ayatnya mempunyai arti yang jelas, sedangkan sebagiannya diterjemahkan dan dihubungkan dengan ayat-ayat yang lain. Sebagian ayat-ayat adapula yang diterjemahkan oleh Muhammad sendiri melalui percakapan, tindakan dan persetujuannya, yang terkenal dengan nama As-Sunnah. Al-Quran dan As-Sunnah digabungkan bersama merupakan panduan dan cara hidup bagi "mereka yang menyerahkan diri kepada Allah", yaitu penganut agama Islam.

Selama tiga tahun pertama, Muhammad hanya menyebarkan agama terbatas kepada teman-teman dekat dan kerabatnya. Kebanyakan dari mereka yang percaya dan meyakini ajaran Muhammad adalah para anggota keluarganya serta golongan masyarakat awam, antara lain Khadijah, Ali, Zayd dan Bilal. Namun pada awal tahun 613, Muhammad mengumumkan secara terbuka agama Islam. Banyak tokoh-tokoh bangsa Arab seperti Abu Bakar, Utsman bin Affan, Zubair bin Al Awwam, Abdul Rahman bin Auf, Ubaidillah bin Harits, Amr bin Nufail masuk Islam dan bergabung membela Muhammad.

Akibat halangan dari masyarakat jahiliyyah di Mekkah, sebagian orang Islam disiksa, dianiaya, disingkirkan dan diasingkan. Penyiksaan yang dialami hampir seluruh pengikutnya membuat lahirnya ide berhijrah (pindah) ke Habsyah. Negus, raja Habsyah, memperbolehkan orang-orang Islam berhijrah ke negaranya dan melindungi mereka dari tekanan penguasa di Mekkah. Muhammad sendiri, pada tahun 622 hijrah ke Madinah, kota yang berjarak sekitar 200 mil (320 km) di sebelah Utara Mekkah.

Hijrah ke Madinah
Di Mekah terdapat Ka'bah yang telah dibangun oleh Nabi Ibrahim a.s. Masyarakat jahiliyah Arab dari berbagai suku berziarah ke Ka'bah dalam suatu kegiatan tahunan, dan mereka menjalankan berbagai tradisi keagamaan mereka dalam kunjungan tersebut. Muhammad mengambil peluang ini untuk menyebarkan Islam. Di antara mereka yang tertarik dengan seruannya ialah sekumpulan orang dari Yathrib (dikemudian hari berganti nama menjadi Madinah). Mereka menemui Muhammad dan beberapa orang Islam dari Mekkah di suatu tempat bernama Aqabah secara sembunyi-sembunyi. Setelah menganut Islam, mereka lalu bersumpah untuk melindungi Islam, Rasulullah (Muhammad) dan orang-orang Islam Mekkah.

Tahun berikutnya, sekumpulan masyarakat Islam dari Yathrib datang lagi ke Mekkah. Mereka menemui Muhammad di tempat mereka bertemu sebelumnya. Abbas bin Abdul Muthalib, yaitu pamannya yang saat itu belum menganut Islam, turut hadir dalam pertemuan tersebut. Mereka mengundang orang-orang Islam Mekkah untuk berhijrah ke Yathrib. Muhammad akhirnya setuju untuk berhijrah ke kota itu.

Mengetahui bahwa banyak masyarakat Islam berniat meninggalkan Mekkah, masyarakat jahiliyah Mekkah berusaha menghalang-halanginya, karena beranggapan bahwa bila dibiarkan berhijrah ke Yathrib, orang-orang Islam akan mendapat peluang untuk mengembangkan agama mereka ke daerah-daerah yang lain. Setelah berlangsung selama kurang lebih dua bulan, masyarakat Islam dari Mekkah pada akhirnya berhasil sampai dengan selamat ke Yathrib, yang kemudian dikenal sebagai Madinah atau "Madinatun Nabi" (kota Nabi).

Di Madinah, pemerintahan (kalifah) Islam diwujudkan di bawah pimpinan Muhammad. Umat Islam bebas beribadah (shalat) dan bermasyarakat di Madinah. Quraish Makkah yang mengetahui hal ini kemudian melancarkan beberapa serangan ke Madinah, akan tetapi semuanya dapat diatasi oleh umat Islam. Satu perjanjian damai kemudian dibuat dengan pihak Quraish. Walaupun demikian, perjanjian itu kemudian diingkari oleh pihak Quraish dengan cara menyerang sekutu umat Islam.


Penaklukan Mekkah
Pada tahun ke-8 setelah berhijrah ke Madinah, Muhammad berangkat kembali ke Makkah dengan pasukan Islam sebanyak 10.000 orang. Penduduk Makkah yang khawatir kemudian setuju untuk menyerahkan kota Makkah tanpa perlawanan, dengan syarat Muhammad kembali pada tahun berikutnya. Muhammad menyetujuinya, dan ketika pada tahun berikutnya ia kembali maka ia menaklukkan Mekkah secara damai. Muhammad memimpin umat Islam menunaikan ibadah haji, memusnahkan semua berhala yang ada di sekeliling Ka'bah, dan kemudian memberikan amnesti umum dan menegakkan peraturan agama Islam di kota Mekkah.

Pernikahan
Selama hidupnya Muhammad menikahi 11 atau 13 orang wanita (terdapat perbedaan pendapat mengenai hal ini). Pada umur 25 Tahun ia menikah dengan Khadijah, yang berlangsung selama 25 tahun hingga Khadijah wafat.[5] Pernikahan ini digambarkan sangat bahagia,[6][7] sehingga saat meninggalnya Khadijah (yang bersamaan dengan tahun meninggalnya Abu Thalib pamannya) disebut sebagai tahun kesedihan.


Kaligrafi Muhammad dalam bentuk yang lebih sederhanaSepeninggal Khadijah, Muhammad disarankan oleh Khawla binti Hakim, bahwa sebaiknya ia menikahi Sawda binti Zama (seorang janda) atau Aisyah (putri Abu Bakar, dimana Muhammad akhirnya menikahi keduanya. Kemudian setelah itu Muhammad tercatat menikahi beberapa wanita lagi sehingga mencapai total sebelas orang, dimana sembilan diantaranya masih hidup sepeninggal Muhammad. Para ahli sejarah antara lain Watt dan Esposito berpendapat bahwa sebagian besar perkimpoian itu dimaksudkan untuk memperkuat ikatan politik (sesuai dengan budaya Arab), atau memberikan penghidupan bagi para janda (saat itu janda lebih susah untuk menikah karena budaya yang menekankan perkimpoian dengan perawan).[8]

Status dari beberapa istri Muhammad menjadi sumber perdebatan dalam sejarah. Maria al-Qibtiyya dikatakan seorang budak atau seorang budak yang dibebaskan. Di sisi lain terdapat perdebatan tentang umur Aisyah saat dinikahi. Sebagian besar referensi (termasuk sahih Bukhari dan sahih Muslim) menyatakan bahwa upacara perkimpoian tersebut terjadi diusia enam tahun, dan Aisyah diantarkan memasuki rumah tangga Muhammad sejak umur sembilan tahun. [9][10][11] Sementara pada hadits lainnya dikatakan Aisyah pada umur belasan tahun saat itu.


Aisyah Lahir sebelum Muhammad diangkat sebagai nabi(610), Perbedaan umur Aisyah dan Fatimah adalah sekitar 5 tahun. Fatimah lahir pada saat Ka'bah sedang dibangun(605). Maka diperkirakan Aisyah dipinang oleh Muhammad pada usia sekitar 12-15 tahun, setelah Khadijah wafat(622).


Terdapat perbedaan pemahaman mengenai istilah "memasuki rumah tangga" Muhammad, sebagaimana yang dinyatakan dalam hadits-hadits sahih tersebut. Umumnya umat Islam berpendapat bahwa perlakukan Aisyah sebagai istri terjadi saat ia sudah mengalami menstruasi. Pendapat lain mengatakan bahwa perdebatan mengenai umur Aisyah yang terjadi pada abad ke-7, yaitu saat praktik pernikahan dengan anak adalah tradisi umum yang juga pernah terjadi di India, China dan bahkan Eropa, yang kemudian dibawa ke abad modern sehingga telah keluar dari konteks. Terlepas dari perdebatan tersebut, tidak didapatkan informasi lain tentang umur pasti Aisyah saat menikah.

Perbedaan dengan nabi dan rasul terdahulu

Dalam mengemban misi dakwahnya, umat Islam percaya bahwa Muhammad diutus Allah untuk menjadi Nabi bagi seluruh umat manusia (QS. 34 : 28), sedangkan nabi dan rasul sebelumnya hanya diutus untuk umatnya masing-masing (QS 10:47, 23:44) seperti halnya Nabi Musa yang diutus Allah kepada kaum Bani Israil.

Sedangkan persamaannya dengan nabi dan rasul sebelumnya ialah sama-sama mengajarkan Tauhid, yaitu kesaksian bahwa Tuhan yang berhak disembah atau diibadahi itu hanyalah Allah (QS 21:25).
Kronologi Kehidupan Muhammad

Tanggal dan lokasi penting dalam hidup Muhammad:
569 Meninggalnya ayah, Abdullah
570 Tanggal lahir (perkiraan), 20 April: Makkah
570 Tahun Gajah, gagalnya Abrahah menyerang Mekkah
576 Meninggalnya ibu, Aminah
578 Meninggalnya kakek, Abdul Muthalib
583 Melakukan perjalanan dagang ke Suriah
595 Bertemu dan menikah dengan Khadijah
610 Wahyu pertama turun: Makkah
610 Ditunjuk sebagai Nabi: Makkah
613 Memulai menyebarkan Islam kepada umum: Makkah
614 Mendapatkan pengikut: Makkah
615 Hijrah pertama ke Habsyah
616 Boikot Quraish terhadap Bani Hasyim dan Muhammad mulai
619 Boikot Quraish terhadap Bani Hasyim dan Muhammad selesai
619 Tahun kesedihan: Khadijah dan Abu Thalib meninngal
620 Isra' dan Mi'raj
621 Bai'at Aqabah pertama
622 Bai'at Aqabah kedua
622 Hijrah ke Madinah
624 Pertempuran Badar
624 Pengusiran Bani Qaynuqa
625 Pertempuran Uhud
625 Pengusiran Bani Nadir
626 Penyerangan ke Dumat al-Jandal: Suriah
627 Pertempuran Khandak
627 Penghancuran Bani Quraizhah
628 Perjanjian Hudaybiyah
628 Melakukan umrah ke Ka'bah
628 Pertempuran Khaybar
629 Melakukan ibadah haji
629 Pertempuran Mu'tah
630 Pembukaan Kota Makkah
630 Pertempuran Hunain
630 Pendudukan Thaif
631 Menguasai sebagian besar Jazirah Arab
632 Pertempuran Tabuk
632 Haji Wada'
632 Meninggal (8 Juni): Madinah

Sejarah Tanah Jawa


Sejarah yang melatar belakangi keberadaan dan perjalanan cerita akan bangsa kita, yang mana tentunya menjadi sebuah kekayaan akan budaya bangsa kita yang terkenal adi luhung (kaya akan pekerti baik).


SEJARAH SINGKAT KRATON JAWA


Kerajaan - Kerajaan Lama Jawa



1. KALING

Sekitar tahun 618-906 di Jawa Tengah ada kerajaan bernama Kaling/Holing. Rakyat tenteram dan hidup makmur.

Sejak tahun 674 diperintah oleh seorang raja perempuan bernama Simo, yang memerintah berdasarkan kejujuran mutlak, sangat keras dan masingmasing orang mempunyai hak dan kewajiban yang tidak berani dilanggar.

Sebagai contoh: putra mahkota pun dipotong kakinya karena menyentuh barang yang bukan miliknya di tempat umum.


2. MATARAM Lama (Jawa Tengah)


Di desa Canggal (barat daya Magelang) ditemukan sebuah prasasti berangka tahun 732, berhuruf Pallawa dan digubah dalam bahasa Sanskerta. Isi utama menceritakan tentang peringatan didirikannya sebuah lingga (lambang Siwa) di atas sebuah bukit di daerah Kunjarakunja oleh raja Sanjaya, di sebuah pulau yang mulia bernama Yawadwipa yang kaya raya akan hasil bumi khususnya padi dan emas. Mendirikan lingga secara khusus adalah mendirikan kerajaan.

Tempat tepatnya adalah di gunung Wukir desa Canggal. Disini diketemukan sisa-sisa sebuah candi induk dengan 3 (tiga) candi perwara di depannya. Sayangnya yang masih tersisa sangat sedikit sekali, dimana lingganya sudah tidak ada dan yang ada hanya landasannya yaitu sebuah yoni besar sekali, disamping candinya pun juga sudah tidak berwujud lagi.

Yawadwipa mula-mula diperintah oleh raja Sanna, sangat lama, bijaksana dan berbudi halus. Lalu setelah wafat digantikan oleh Sanjaya, anak Sannaha (saudara perempuan Sanna), raja yang ahli dalam kitab-kitab suci dan keprajuritan, menciptakan ketenteraman dan kemakmuran yang dapat dinikmati rakyatnya.

Dari prasasti-prasasti para raja yang berturut-turut menggantikannya, Sanjaya dianggap sebagai Wamsakarta dari kerajaan Mataram dan diakui betapa besarnya Sanjaya itu bagi mereka sampai abad X.

3. KANJURUHAN (Jawa Timur)

Di desa Dinoyo (barat laut Malang) diketemukan sebuah prasasti berangka tahun 760, berhuruf Kawi dan berbahasa Sanskerta, yang menceritakan bahwa dalam abad VIII ada kerajaan yang berpusat di Kanjuruhan (sekarang desa Kejuron) dengan raja bernama Dewasimha dan berputra Limwa (saat menjadi pengganti ayahnya bernama Gajayana),
yang mendirikan sebuah tempat pemujaan untuk dewa Agastya dan diresmikan tahun 760.

Upacara peresmian dilakukan oleh para pendeta ahli Weda (agama Siwa). Bangunan kuno yang saat ini masih ada di desa Kejuron adalah Candi Badut, berlanggam Jawa Tengah, sebagian masih tegak dan terdapat lingga (mungkin lambang Agastya).


4. SANJAYAWAMSA dan CAILENDRAWAMSA.

Kecuali di desa Canggal, sampai pertengahan abad IX dari keturunan Sanjaya tidak ada lagi ditemukan prasasti lain, kecuali sesudah itu diketemukan prasasti-prasasti dari keluarga raja lain, yaitu Sailendrawamsa, antara lain prasasti Kalasan.

Dalam prasasti Kalasan, berhuruf Pra-nagari, berbahasa Sanskerta, berangka tahun 778, disebutkan bahwa para guru sang raja berhasil membujuk maharaja Tejahpurnapana Panangkarana/Kariyana Panangkarana untuk mendirikan bangunan suci bagi Dewi Tara dan sebuah biara untuk para pendeta dalam kerajaan.

Selain itu terbukti bahwa antara keluarga Sanjaya dan keluarga Sailendra ada kerjasama yang erat dalam hal-hal tertentu. Candi itu bernama Kalasan, di desa Kalasan (sebelah timur Yogyakarta), yang walau di dalam candi ini saat sekarang kosong, namun melihat singgasana dan biliknya maka arca Tara dahulu bertahta disini dan besar sekali, yang diperkirakan dari perunggu.

Menurut prasasti raja Balitung berangka tahun 907, Tejahpurna Panangkarana adalah Rakai Panangkaran, pengganti Sanjaya. Kemudian dilanjutkan oleh Rakai Panunggalan, Rakai Warak, Rakai Garung, Rakai Pikatan, Rakai Kayuwangi, Rakai Watuhumalanga dan raja Balitung/Rakai Watukura dyah Balitung Dharmodaya Mahasambhu (yang membuat prasasti). Pada saat pemerintahan Sanjayawamsa berlangsung terus dengan daerah kekuasaan di bagian utara Jawa Tengah dan beragama Hindu yang memuja Siwa, terbukti dari sifat candinya (thn 750-850 M), maka pemerintahan Sailendrawamsa juga berlangsung terus dengan daerah kekuasaan di bagian selatan Jawa Tengah dan beragama Buda aliran Mahayana yang juga terbukti dari candinya. Namun kedua wamsa ini bersatu di pertengahan abad IX, yang ditandai adanya perkawinan antara Rakai Pikatan dengan Pramodawardhani (raja putri dari keluarga sailendra).

Selain candi Kalasan yang didirikan untuk memuliakan agama Buda, ditemukan juga prasasti dari Kelurak (Prambanan) yang berhuruf Pra-nagari dan berbahasa Sanskerta, yang berisi tentang pembuatan arca Manjusri (mengandung Buddha, Dharma dan Sanggha), rajanya bergelar sri Sanggramadananjaya, dengan bangunan untuk tempat arca yang diperkirakan (tidak jauh di sebelah utara Prambanan) bernama Candi Siwa.
Samaratungga adalah pengganti Indra, yang menurut prasasti Karangtengah (dekat Temanggung) dalam tahun 824 ia membuat candi Wenuwana/Ngawen di sebelah barat Muntilan. Anehnya, seperti halnya Kalasan, pemberi tanah untuk bangunan tersebut adalah seorang raja keluarga Sanjaya, yaitu Rakarayan Patapan pu Palar atau Rakai Garung.
Samaratungga digantikan putrinya, Pramodawardhani (yang kemudian bergelar sri Kahulunnan) yang kawin dengan Rakai Pikatan, pengganti Rakai Garung.

Uniknya, Pramodhawardhani mendirikan bangunan suci Buda (misalnya kelompok candi Plaosan, pemeliharaan Kamulan/candi Borobudur di Bhumisambhara yang diperkirakan dibangun oleh Samaratungga), sedangkan Rakai Pikatan mendirikan bangunan suci Hindu (misalnya kelompok candi Loro Jonggrang). Sedangkan Balaputra, adik dari Pramodawardhani, setelah pada tahun 856 gagal merebut kekuasaan dari Rakai
Pikatan, ia melarikan diri ke Suwarnadwipa dan berhasil menaiki takhta Sriwijaya, dengan agamanya Budha.


5. SANJAYAWAMSA


Setelah berhasil menghilangkan kekuasaan keluarga Sailendra, dalam prasasti tahun 856 dikatakan bahwa Rakai sebelum turun tahta mampu menggempur Balaputra yang bertahan di bukit Ratu Boko. Penggantinya adalah Dyah Lokapala atau Rakai Kayuwangi (tahun 856-886) dengan sebutan sri maharaja dan gelar abhiseka (penobatan raja) sri
Sajjanotsawatungga (menunjukkan bahwa ia penguasa satu-satunya dan juga berdarah Sailendra). Rakai Kayuwangi menghadapi kesulitan rakyatnya, sebab selama 3/4 abad Sailendra banyak menghasilkan bangunan-bangunan suci yang megah dan mewah demi kebesaran raja, yang mengakibatkan lemahnya tenaga rakyat Mataram dan menekan
hasil pertanian.

Pengganti Rakai Kayuwangi adalah Rakai Watuhumalang (tahun 886-898), lalu raja Balitung/Rakai Watukura yang bergelar sri Iswarakesawotsawatungga (tahun 898- 910), merupakan raja pertama yang memerintah Jawa Tengah dan Jawa Timur.

Dalam hal ini ada kemungkinan bahwa Kanjuruhan-prasasti Dinoyo ditaklukkan, karena sebutan rakryan Kanuruhan adalah salah satu jabatan tinggi langsung dibawah raja.

Setelah Balitung adalah Daksa, yang sebelumnya menjabat sebagai Rakryan Mahamantri I Hino (tahun 910-919), kemudian Tulodong dengan gelar sri Sajanasanmatanuragatuggadewa (tahun 919-924), selanjutnya Wawa yang bergelar sri Wijayalokanamottungga (tahun 924-929), dan kemudian seorang raja dari keluarga lain, yaitu Sindok dari Isanawamca yang mana pusat pemerintahan pindah ke Jawa Timur, tanpa diketahui jelas sebabnya.

ISTANA (Jawa Timur) Panggung sejarah pindah dari Jawa tengah ke Jawa Timur tanpa sebab yang jelas, dengan rajanya Sindok (929-947). Pemerintahan berlangsung aman dan sejahtera. Sebuah kitab suci Budha (Sang Hyang Kamahayanikan) yang
menguraikan ajaran dan ibadah agama Budha Tantrayana dapat dihimpun selama Sindok berkuasa, walau ia beragama Hindu. Ia memerintah bersama permaisurinya bernama Sri Parameswari Sri Wardhani pu Kbi. Anehnya, sebelum kawin
dengan anak Wawa (mungkin) ia tidak menggunakan gelar raja (sri maharaja rake hino sri Icana Wikramadharmottunggadewa), tetapi menyebut dirinya rakryan sri mahamantri pu Sindok sang Srisanottunggadewawijaya (penguasa tertinggi setelah raja).
Penggantinya yang diketahui dari prasasti yang dikeluarkan oleh Airlangga (dinamakan prasasti Calcutta, kini disimpan di Indian Museum di Calcutta), yaitu putrinya sri Icanatunggawijaya yang bersuamikan raja Lokapola.

Lalu dilanjutkan oleh Makutawangsawardhana yang digambarkan sebagai matahari dalam keluarga Istana. Selanjutnya ia mempunyai anak perempuan bernama Mahendradatta atau Gunapriya dharmapatni yang bersuamikan raja Udayana dari keluarga Warmadewa yang memerintah di Bali. Sri Dharmawangsa Tguh Ananta wikramattunggadewa (tahun 991-1016) adalah pengganti Makutawangsawardhana. Selain berhasil menundukkan Sriwijaya, iapun sangat besar pengaruhnya di Bali
yang dapat dibuktikan dari prasasti-prasasti Bali yang semula berbahasa Bali dan sejak tahun 989 terutama sesudah tahun 1022 sebagian besar tertulis dalam bahasa Jawa Kuno.
Disamping itu pada jamannya, kitab Mahabharata disadur dalam bahasa Jawa Kuno, pun disusun sebuah kitab hokum Siwasasana pada tahun 991 . Menurut batu Calcutta, seluruh Jawa bagaikan satu lautan yang dimusnahkan oleh raja Wurawari dan diduga bahwa yang berdiri di belakangnya sebenarnya Sriwijaya. Tapi ada yang lolos dari kehancuran,
yaitu Airlangga, putra Mahendradatta raja Bali, saat ia berusia 16 tahun yang disertai Narottama bersembunyi di Wonogiri (ikut para pertapa), yang setelah dewasa kawin dengan sepupunya, anak dari Dharmawangsa. Makutawangsawardhana dari Jawa Timur mempunyai putri (Ratu Sang Luhur Sri Gunapriyadharmapatni ) yang memerintah Bali tahun 989 bersama suaminya Sri Dharmodayana Warmadewa. Disekitar tahun 1010 Mahendradatta meninggal, sehingga Udayana memerintah sendiri sampai tahun 1022, anak sulungnya bernama Airlangga yang menggantikan Dharmawangsa memerintah di Jawa Timur dan anak bungsu bernama Anak Wungsu yang memerintah di
Bali yang bernama resmi sri Dharmawangsa wardhana Marakatapangkajasthanot tunggadewa.

Di tahun 1019 Airlangga yang dinobatkan oleh para pendeta Buda, Siwa dan Brahmana, menggantikan Dharmawangsa, bergelar Sri Maharaja Rake Halu Sri Lokeswara Dharmawangsa Airlangga Ananta wikramat tunggadewa. Ia memerintah
dengan daerah hanya kecil saja karena saat kerajaan Dharmawangsa hancur, menjadi terpecahpecah menjadi kerajaan-kerajaan kecil.

Sejak tahun 1028 Airlangga mulai merebut kembali daerah-daerah saat pemerintahan Dharmawangsa, yang bisa jadi juga ada hubungannya dengan kelemahan Sriwijaya yang baru saja diserang dari Colamandala (1023 dan 1030). Raja- raja yang ditaklukkan itu adalah Bhisma prabhawa (1028-1029), Wijaya dari Wengker (1030), Adhamapanuda (1031), seorang seperti raksasa raja perempuan (1032), Wurawari (1032) dan raja Wengker (1035) yang sempat muncul lagi.

Kemakmuran dan ketrentaman pemerintahan Airlangga (ia dibantu oleh Narottama/ rakryan Kanuruhan dan Niti/rakryan Kuningan) yang ibukotanya pada tahun 1031 di Wwatan Mas dipindahkan ke Kahuripan di tahun 1031, diikuti dengan
suburnya seni sastra, yang antara lain: kitab Arjunawiwaha karangan mpu Kanwa tahun 1030 yang berisi cerita perkawinan Arjuna dengan para bidadari hadiah para dewa atas jerih payahnya mengalahkan para raksasa yang menyerang kayangan (kiasan hasil usaha Airlangga sendiri yang merupakan persembahan penulis kepada raja). Ini juga
pertama kali keterangan wayang dijumpai, walau sebetulnya sudah ada sebelum Airlangga. Anak perempuan Airlangga yaitu Sanggramawijaya, ditetapkan sebagai mahamantri i hino (ialah berkedudukan tertinggi setelah raja), setelah tiba masanya menggantikan Airlangga, ia menolak dan memilih sebagai pertapa. Maka oleh Airlangga ia dibuatkan sebuah pertapaan di Pucangan (gunung Penanggungan), dan bergelar Kili Suci.
Kepergian putri mahkotanya, dari pada berebut takhta menyebabkan Airlangga membagi dua kerajaan kepada kedua anak laki-lakinya, dengan pertolongan seorang brahmana bernama mpu Bharada yang kondang sakti. Kedua kerajaan itu: Janggala (Singhasari) beribukota Kahuripan dan Panjalu (Kadiri) ber-ibukota Daha, dimana Gunung Kawi ke utara dan selatan menjadi batasnya.

Setelah membagi kerajaan, Airlangga mundur diri dan menjadi pertapa dengan nama resi Gentayu, meninggal tahun 1049, dimakamkan di Tirtha di lereng timur gunung Penanggungan dan terkenal sebagai candi Belahan. Tetapi kurang
lebih setengah abad sejak Airlangga mundur dari pemerintahan, tidak ada informasi tentang dua kerajaan yang dibentuknya itu. Lalu setelah itu hanya Kadiri yang mengisi sejarah, sedangkan Janggala boleh dibilang tanpa kabar.Airlangga semasa hidupnya dianggap titisan Wisnu, dengan lancana kerajaan Garudamukha. Sehingga sebuah
arca indah yang disimpan di musium Mojokerto mewujudkannya sebagai Wisnu yang menaiki garuda.

6. KERAJAAN KADIRI

Sri Jayawarsa Digjaya Sastraprabhu dengan prasasti berangka tahun 1104, menganggap sebagai titisan Wisnu seperti halnya Airlangga, adalah raja Kadiri yang muncul pertama di pentas sejarah.

Selanjutnya Kameswara (1115-1130), bergelar sri maharaja rake sirikan sri Kameswara Sakalabhuwanatustikarana Sarwwaniwaryyawiryya Parakrama Digjayottunggadewa, lencana kerajaan berbentuk tengkorak bertaring yang disebut candrakapala, dan adanya mpu Dharmaja yang telah menggubah kitab Smaradahana (berisi pujian yang mengatakan
raja adalah titisan dewa Kama, ibukota kerajaan bernama Dahana yang dikagumi keindahannya oleh seluruh dunia, permaisuri yang sangat cantik bernama sri Kirana dari Jenggala). Mereka dalam kesusasteraan Jawa terkenal dalam cerita Panji.

Pengganti Kameswara yaitu Jayabhaya (1130-1160), bergelar sri maharaja sri Dharmmeswara Madhusudanawataranindita Suhrtsingha Parakrama Digjayotunggadewa, lencananya adalah Narasingha, dikekalkan namanya dalam kitab Bharatayuddha (sebuah kakawin yang digubah Mpu Sedah di tahun 1157 dan diselesaikan oleh Mpu Panuluh yang juga terkenal dengan kitab Hariwangsa dan Gatotkacasraya).
Pengganti selanjutnya yaitu Sarwweswara (1160-1170), lalu Aryyeswara (1170- 1180) yang memakai Ganesa sebagai lencana kerajaan, kemudian Gandra yang bergelar sri maharaja sri Kroncarryadipa Handabhuwanapalaka Parakramanindita Digjayottunggadewanama sri Gandra. Dari prasasti dibuktikan bahwa Kadiri mempunyai armada laut.

Tahun 1190-1200 diperintah Srngga, bergelar sri maharaja sri Sarwweswara Triwikramawataranindita Crnggalancana Digwijayat tunggadewa, dengan lencana kerajaan cangkha (kerang bersayap) di atas bulan sabit.

Raja terakhir yaitu Krtajaya (1200-1222), berlencana Garudamukha, yang riwayat kerajaannya berakhir dan menyerahkan kepada Singhasari setelah kalah dalam pertempuran di Ganter melawan ken Arok. Perkembangan kesusasteraan di jaman Kediri sangat bagus, yang selain kitab-kitab tersebut diatas, beberapa hasil lainnya adalah:
- kitab Lubdhaka dan Wrtasancaya karangan mpu Tanakung;

- kitab Krsnayana karangan mpu Triguna;

- kitab Sumanasantaka karangan mpu Monaguna.

Selain itu ada beberapa keterangan yang terdapat dalam berita-berita Tionghoa, seperti di kitab Ling-wai-tai-ta yang disusun Chou K’u-fei di tahun 1178 dan di kitab Chu-fan-chi oleh Chau-Ju-Kua di tahun 1225, misalnya:

- Orang-orangnya memakai kain sampai dibawah lutut , rambut diurai;

- Rumah-rumah bersih dan rapih, lantai berubin hijau dan kuning;

- Pertanian, peternakan, serta perdagangan maju dan kerajaan penuh perhatian;

- Tidak ada hukuman badan, yang bersalah di denda emas;

- Pencuri dan perampok yang tertangkap dibunuh;

- Alat pembayaran adalah mata uang dari emas;

- Orang sakit bukan makan obat tapi mohon sembuh para Dewa dan Buddha;

- Raja berpakaian sutera, sepatu kulit, memakai emas-emasan, rambut disanggul.

- Raja keluar naik gajah atau kereta, diiringi 500-700 prajurit dan rakyat jongkok;

- Raja dibantu 4 menteri, gaji dari menerima hasil bumi/lainnya sewaktu-waktu;

- Selain agama Buda ada agama Hindu;

- Rakyat lekas naik darah dan suka berperang, suka mengadu babi dan ayam;

- Dan lain sebagainya.


7. KERAJAAN SINGHASARI

Menurut cerita di kitab Pararaton dan Nagarakrtagama, raja pertama bernama sri Ranggah Rajasa Amurwabhumi yang populer dipanggil Ken Arok, adalah anak seorang Brahmana bernama Gajah Para dengan Ibu bernama Ken Endok dari
desa Pangkur, yang semula berprofesi sebagai pencuri/penyamun yang sangat sakti dan selalu menjadi buronan alat-alat negara.

Atas bantuan seorang pendeta yang menjadikannya sebagai anak pungut, ia dapat mengabdi kepada seorang akuwu (setara bupati) yang bernama Tunggul Ametung. Namun akuwu itu kemudian dibunuhnya dan si janda, Ken Dedes dalam kondisi hamil dikawininya, yang anak itu nantinya diberi nama Anusapati. Kemudian ia mengambil kekuasaan Tumapel dan setelah cukup pengikutnya ia melepaskan diri dari kerajaan Kadiri, yang kebetulan di Kadiri ada perselisihan antara raja dan para pendeta, lalu para pendeta itu melarikan diri yang diterima baik dan dilindungi Ken Arok.
Raja Krtajaya berusaha menindak Ken Arok, tapi dalam pertempuran di Genter pada tahun 1222 Ken Arok menang dan menjadi raja Tumapel dan Kadiri, yang ber Ibukota di Kutaraja.

Dari Ken Dedes selain mempunyai anak tiri Anusapati, ia
juga mempunyai anak yang diberi nama Mahisa Wonga Teleng. Sedangkan dari isteri lain, Ken Umang, ia mempunyai anak yang diberi nama Tohjaya.

Dalam tahun 1227 Ken Arok dibunuh anak tirinya, Anusapati, yang menggantikannya sebagai raja. Lalu untuk mengenang Ken Arok, dibuatkan candi di Kagenengan (sebelah selatan Singhasari) dalam bangunan suci agama Siwa dan Buda. Sedangkan Ken Dedes yang tidak diketahui tahun meninggalnya, diperkirakan dibuatkan arca sangat indah
yang diketemukan di Singosari, yaitu arca Prajnaparamita. Anusapati/Anusanatha) yang memerintah tahun 1227-1248 dengan aman dan tenteram, dibunuh oleh Tohjaya dengan
suatu muslihat, dan untuk itu Anusapati dimuliakan di candi Kidal (sebelah tenggara Malang).

Namun Tohjaya hanya memerintah beberapa bulan, karena aksi balas dendam dari anak Anusapati yaitu Rangga Wuni. Tohjaya melarikan diri, namun karena luka-lukanya ia meninggal dunia, dan dicandikan di Katang Lumbang.

Di tahun 1248 Rangga Wuni naik takhta dengan gelar sri Jaya Wisnu wardhana, dan raja Singhasari pertama yang namanya dikekalkan dalam prasasti, dan ia memerintah bersama sepupunya, Mahisa Campaka (anak dari Mahisa Wonga Teleng), diberi kekuasaan untuk ikut memerintah dengan pangkat Ratu Angabhaya bergelar Narasimhamurti.
Dikisahkan bahwa mereka memerintah bagai dewa Wisnu dan dewa Indra. Anak Rangga Wuni, Krtanagara, di tahun 1254 dinobatkan sebagai raja, namun ia tetap memerintah terus untuk anaknya, sampai dengan wafatnya dalam tahun 1268 di Mandaragiri, lalu dicandikan di Waleri dalam perwujudannya sebagai Siwa dan di Jayaghu (candi Jago) sebagai Buddha Amoghapasa.

Yang menarik, candi Jago berkaki tingkat tiga tersusunsemacam limas berundak-undak dan tubuh candinya terletak di bagian belakang kaki candi menunjukkan timbulnya kembali unsur-unsur Indonesia, disamping terlihat pula dari relief reliefnya dengan pahatan datar, gambar-gambar orang yang mirip wayang kulit Bali saat ini, dan para kesatriyanya diikuti punakawan (bujang pelawak).

Kertanagara, adalah raja Singhasari yang banyak diketahui riwayatnya dan paling banyak peristiwanya, dimana sang raja dibantu oleh 3 orang mahamantri (rakryan I hino, I sirikan dan I halu) dan para menteri pelaksana (rakryan apatih, demung dan kanuruhan), serta seorang dharmadhyaksa ri kasogatan yang mengurusi keagamaan (kepala agama Buda)
dan seorang pendeta yang mendampingi raja, yaitu seorang mahabrahmana dengan pangkat sangkhadhara.

Karena ia bercita-cita meluaskan wilayah kekuasaan, maka ia menyingkirkan tokoh tokoh yang dianggapnya menentang/menghalangi, yaitu patihnya sendiri bernama Arema/ Raganatha dijadikan adhyaksa di Tumapel yang diganti oleh Kebo Tengah/Aragani, lalu Banak Wide yang ditugaskan menjadi Bupati Sungeneb (Madura) bergelar Arya Wiraraja.
Di tahun 1275 Krtanagara mengirim pasukan ke Sumatera Tengah yang terkenal dengan nama Pamalayu dan berlangsung sampai tahun 1292, dimana saat pasukan tiba kembali, Krtanagara sudah tidak ada lagi. Namun prasasti pada alas kaki arca Amoghapasa yang diketemukan di Sungai Langsat (hulu sungai Batanghari dekat Sijunjung),
diterangkan bahwa di tahun 1286 atas perintah Maharajadhiraja Sri Krtanagara Wikrama Dharmottunggadewa, sebuah arca Amoghapasa beserta 13 arca pengikutnya dipindahkan dari bhumi Jawa ke Suwarnabhumi.

Atas hadiah ini rakyat Malayu sangat senang terutama sang raja, yaitu srimat Tribuwanaraja Maulawarmmadewa. Kertanagara dalam tahun 1284 menaklukkan Bali, Pahang, Sunda, Bakulapura (Kalimantan Barat Daya) dan Gurun (Maluku), sebagaimana diketahui dari Nagarakrtagama. Selain itu, dengan Campa diadakan persekutuan yang diperkuat dengan perkawinan, sesuai prasasti Po Sah (di Hindia belakang) yang menuliskan bahwa raja Jaya Simphawarman III mempunyai dua permaisuri yang salah satunya dari Jawa (mungkin saudara Kertanagara).

Sejak tahun 1271 di Kadiri ada raja bawahan, yaitu Jayakatwang yang bersekutu dengan Wiraraja dari Sungeneb yang selalu memata-matai Kertanagara. Belum kembalinya pasukan Singhasari dari Sumatra dan adanya insiden dengan Kubilai Khan dari Tiongkok, atas petunjuk dan nasehat Wiraraja dalam tahun 1292 Jayakatwang melancarkan serbuan ke Singhasari melalui utara untuk membuat gaduh dan dari selatan merupakan pasukan induk. Kertanagara mengira serangan hanya dari utara, maka ia mengutus Raden Wijaya (anak Lembu Ta, cucu Mahisa Campaka) dan Arddharaja

(anak Jayakatwang) untuk memimpin pasukan ke utara., sedangkan yang dari selatan berhasil memasuki kota dan Karaton, dimana saat itu Krtanagara sedang minum berlebihan bersama dengan mahawrddhamantri serta dengan para pendeta terkemuka dan pembesar lain, yang katanya sedang melalukan upacara Tantrayana, terbunuh semuanya,
dimana Krtanagara dimuliakan di candi Jawi sebagai Siwa dan Budda di Sagala sebagai Jina/Wairocana bersama sang permaisuri Bajradewi dan di candi Singosari sebagai Bhairawa.
Memang, sebagaimana Prasasti tahun 1289 pada lapik arca Joko Dolok yang diketemukan di Surabaya, Krtanagara adalah seorang pengikut setia agama Buda Tantra dan dinobatkan sebagai Jina (Dhyani Buddha) yang bergelar Jnanasiwabajra, yaitu sebagai Aksobhya dimana Joko Dolok itu adalah arca perwujudannya sendiri. Sedangkan dalam Pararaton dan berbagai Prasasti, setelah wafat dinamakan Siwabuddha, dimana dalam kitab Nagarakrtagama dikatakan Siwabuddhaloka.


8. KERAJAAN MAJAPAHIT

Raden Wijaya yang sedang mengejar tentara Kediri ke utara terpaksa melarikan diri setelah tahu Singhasari jatuh, sedangkan Arddharaja berbalik memihak Kadiri. Dengan bantuan lurah desa Kudadu Raden Wijaya dapat menyeberang ke Madura, guna mencari perlindungan dan bantuan dari Wiraraja di Sungeneb. Atas saran dan jaminan Wiraraja,
Raden Wijaya menghambakan diri ke Jayakatwang di Kadiri, dan ia dianugerahi tanah di desa Tarik, yang atas bantuan orang-orang Madura dibuka dan menjadi desa subur dengan nama Majapahit.

Sementara itu tentara Tiongkok sebanyak 20.000 orang yang diangkut 1.000 kapal berbekal untuk satu tahun telah mendarat di Tuban dan di dekat Surabaya, dengan tujuan membalas penghinaan Krtanegara terhadap Kubilai Khan. Di sini dimanfaatkan Raden Wijaya yaitu menggabungkan diri dengan tentara Tiongkok menggempur Kadiri, yang akhirnya Jayakatwang menyerah. Tapi saat tentara Tiongkok sampai di pelabuhan untuk kembali, Raden Wijaya menyerang tentara Tiongkok sehingga banyak meninggalkan korban sambil terus kembali ke Tiongkok. Dengan bantuan pasukan
Singhasari yang kembali dari Sumatra, Raden Wijaya menjadi raja pertama kerajaan Majapahit bergelar Krtarajasa Jayawardhana (1293-1309), mempunyai 4 (empat) isteri, dimana yang tertua bernama Tribhuwana/Dara Petak dan yang
termuda bernama Gayatri yang disebut juga Rajapatni dan dari padanya lah berlangsungnya raja-raja Majapahit selanjutnya.

Raden Wijaya memerintah dengan tegas dan bijaksana, negara tenteram dan aman, susunan pemerintahan mirip Singhasari, ditambah 2 (dua) menteri yaitu rakryan Rangga dan rakryan Tumenggung. Sedangkan Wiraraja yang banyak membantu diberi kedudukan sangat tinggi ditambah dengan kekuasaan di daerah Lumajang sampai Blambangan. Ia
wafat di tahun 1309, meninggalkan 2 (dua) anak perempuan dari Gayatri berjuluk Bhre Kahuripan dan Bhre Daha, serta satu anak laki-laki dari Dara Petak yaitu Kalagemet/ Jayanegara yang dalam tahun 1309 naik tahta.

Untuk memuliakannya, Raden Wijaya dicandikan di candi Siwa di Simping yaitu Candi Sumberjati di sebelah selatan Blitar dan di candi Buda di Antahpura dalam kota Majapahit. Arca perwujudannya adalah Harihara, berupa Wisnu dan Siwa dalam satu arca. Sedangkan Tribhuwana dimuliakan di candi Rimbi di sebelah barat daya Mojokerto, yang diwujudkan sebagai Parwati.

Kalagemet/Jayanegara (1309-1328), yang dalam sebuah prasasti dianggap sebagai titisan Wisnu dengan Lencana negara Minadwaya (dua ekor ikan) dalam memerintah banyak menghadapi pemberontakan-pemberontakan terhadap Majapahit dari mereka yang masih setia kepada Krtarajasa. Pemberontakan pertama sebetulnya sudah dimulai sejak
Krtarajasa masih hidup, yaitu oleh Rangga Lawe yang berkedudukan di Tuban, akibat tidak puas karena bukan dia yang menjadi patih Majapahit tetapi Nambi, anak Wiraraja. Tetapi usahanya (1309) dapat digagalkan.

Pemberontakan kedua di tahun 1311 oleh Sora, seorang rakryan di Majapahit, tapi gagal. Lalu yang ketiga dalam tahun 1316, oleh patihnya sendiri yaitu Nambi, dari daerah Lumajang dan benteng di Pajarakan. Ia pun sekeluarga ditumpas. Pemberontakan selanjutnya oleh Kuti di tahun 1319, dimana Ibukota Majapahit sempat diduduki, sang raja melarikan diri dibawah lindungan penjaga-penjaga istana yang disebut Bhayangkari sebanyak 15 orang dibawah pimpinan Gajah Mada.

Namun dengan bantuan pasukanpasukan Majapahit yang masih setia, Gajah Mada dengan Bhayangkarinya menggempur Kuti, dan akhirnya Jayanegara dapat melanjutkan pemerintahannya.

Jayanegara wafat di tahun 1328 tanpa seorang keturunan. Ia dicandikan di Sila Petak dan Bubat dengan perwujudannya sebagai Wisnu, serta di Sukalila sebagai Amoghasiddhi, dimana candi-candi itu tidak dapat diketahui kembali.

Pengganti selanjutnya yang semestinya Gayatri, namun karena ia telah meninggalkan hidup keduniawian yaitu menjadi bhiksuni, maka anaknya lah yang bernama BhreKahuripan yang mewakili ibunnya naik tahta dengan gelar Tribhuwananottunggadewi Jayawisnuwardhani (1328-1360).

Tahun 1331 muncul pemberontakan di Sadeng dan Keta (daerah Besuki). Maka patih Majapahit Pu Naga digantikan patih Daha yaitu Gajah Mada, sehingga pemberontakan dapat ditumpas.Gajah Mada dalam menunjukkan pengabdiannya, bersumpah yang disebut Sumpah Palapa (artinya garam dan rempah-rempah) yaitu : bahwa ia tidak
akan merasakan palapa, sebelum daerah seluruh nusantara ada di bawah kekuasaan Majapahit.

Atau bagi orang Jawa, disebut mutih. Langkah pertama, Gajah Mada memimpin pasukan menaklukkan Bali di tahun 1343 bersama Adityawarman (putera
majapahit keturunan Malayu yang di Majapahit menjabat sebagai Wrddhamantri bergelar arrya dewaraja pu Adutya), yang pernah ditaklukkan Krtanagara tapi telah bebas kembali. Lalu Adityawarman ditempatkan di Malayu sebagai wrddhamantri bergelar Arrya Dewaraja Pu Aditya.

Adityawarman di Sumatra menyusun kembali pemerintahan Mauliwarmmadewa yang kita kenal di tahun 1286. Ia memperluas kekuasaan sampai daerah Pagarruyung (Minangkabau) dan mengangkat dirinya sebagai maharajadhiraja (1347), meskipun terhadap Gayatri ia masih tetap mengaku dirinya sang mantri terkemuka dan masih sedarah dengan raja putri itu.

Tahun 1360 Gayatri wafat, maka Tribhuwanottunggadewi pun turun tahta, dan menyerahkan kepada anaknya yaitu Hayam Wuruk, yang dilahirkan di tahun 1334 atas perkawinannya dengan Kertawardddhana.

Hayam Wuruk memerintah dengan gelar Rajasanagara (1360-1369), dengan Gajah Mada sebagai patihnya. Seluruh kepulauan Indonesia bahkan juga jazirah Malaka mengibarkan panji-panji Majapahit, hubungan persahabatan dengan negara-negara tetangga berlangsung baik. Sumpah Palapa terlaksana, Majapahit mengalami jaman keemasan. Alkisah, hanya tinggal Sunda yang diperintah Sri Baduga Maharaja yang menurut prasasti Batutulis (Bogor) dari tahun 1333 adalah raja Pakwan Pajajaran (anak dari Rahyang Dewaniskala dan cucu Rahyang Niskalawastu Kancana) yang belum
dapat ditaklukkan majapahit, walau sudah 2 (dua) kali diserang.

Dengan jalan tipu muslihat akhirnya di tahun 1357 Sri Baduga beserta para pembesar Sunda dapat didatangkan ke Majapahit dan dibinasakan secara kejam di lapangan
bubat. Karena perang ini sangat menarik, maka secara khusus diceritakan inti kisah Perang Bubat menurut Kidung Sudayana, seperti dibawah ini.

PERANG BUBAT

(Menurut Kidung Sundayana) Tersebut negara Majapahit dengan raja Hayam Wuruk, putra perkasa kesayangan seluruh rakyat, konon ceritanya penjelmaan dewa Kama, berbudi luhur, arif bijaksana, tetapi juga bagaikan singa dalam peperangan. Inilah raja terbesar di seluruh Jawa bergelar Rajasanagara. Daerah taklukannya sampai Papua dan menjadi sanjungan empu Prapanca dalam Negarakertagama. Makmur negaranya, kondang kemana mana.

Namun sang raja belum kawin rupanya. Mengapa demikian ? Ternyata belum dijumpai seorang permaisuri. Konon ceritanya, ia menginginkan isteri yang bisa dihormati dan dicintai rakyat dan kebanggaan raja Majapahit. Dalam pencarian seorang calon permaisuri inilah terdengar khabar putri Sunda nan cantik jelita yang mengawali dari Kidung Sundayana. Apakah arti kehormatan dan keharuman sang raja yang bertumpuk dipundaknya, seluruh Nusantara ada di hadapannya. Tetapi engkau hanya satu jiwanya yang senantiasa memohon pada yang kuasa akan kehadiran jodohnya.
Terdengarlah khabar bahwa ada raja Sunda (Kerajaan Kahuripan) yang memiliki putri nan cantik rupawan dengan nama Diah Pitaloka Citrasemi.

Setelah selesai musyawarah sang raja Hayam Wuruk mengutus untuk meminang putri Sunda tersebut melalui perantara yang bernama tuan Anepaken, utusan sang raja tiba di kerajaan Sunda. Setelah lamaran diterima, direstuilah putrinya untuk di pinang sang prabu Hayam Wuruk. Ratusan rakyat menghantar sang putri beserta raja dan punggawa menuju pantai, tapi tiba-tiba dilihatnya laut berwarna merah bagaikan darah. Ini diartikan tandatanda buruk bahwa diperkirakan putri raja ini tidak akan kembali lagi ke tanah airnya. Tanda ini tidak dihiraukan, dengan tetap berprasangka baik kepada
raja tanah Jawa yang akan menjadi menantunya.

Sepuluh hari telah berlalu sampailah di desa Bubat, yaitu tempat penyambutan dari kerajaan Majapahit bertemu. Semuanya bergembira kecuali Gajahmada, yang berkeberatan menyambut putri raja Kahuripan tersebut, dimana ia
menganggap putri tersebut akan "dihadiahkan" kepada sang raja. Sedangkan dari pihak kerajaan Sunda, putri tersebut akan "di pinang" oleh sang raja.

Dalam dialog antara utusan dari kerajaan Sunda dengan patih Gajahmada, terjadi saling
ketersinggungan dan berakibat terjadinya sesuatu peperangan besar antara keduanya sampai terbunuhnya raja Sunda dan putri Diah Pitaloka oleh karena bunuh diri. Setelah selesai pertempuran, datanglah sang Hayam Wuruk yang mendapati calon pinangannya telah meninggal, sehingga sang raja tak dapat menanggung kepedihan hatinya, yang tak
lama kemudian akhirnya mangkat. Demikian inti Kidung Sindanglaya ini.

Sementara di Jawa Barat telah ada :

- 1030 : Berdirinya kerajaan nafas hindu : Sunda dengan rajanya Sri Jayabupati.

- 1190 : Kerajaan Galuh dengan rajanya Ratu Pusaka.

- 1333 : Kerajaan Pajajaran, dengan ibu kota Pakuan. Rajanya Ratu Purnama.

Selain sebagai negarawan, Gajah mada terkenal pula sebagai ahli hukum. Kitab hukum yang ia susun sebagai dasar hukum di Majapahit adalah Kutaramanawa, berdasarkan kitab hukum Kutarasastra (lebih tua) dan kitab hukum Hindu Manawasastra, serta disesuaikan dengan hukum adat yang berlaku.

Gajah Mada meninggal tahun 1364, dan digantikan oleh 4 (empat) orang menteri yang berfungsi untuk mengekalkan negara serta lebih ditujukan kepada kemakmuran
rakyat dan keamanan daerah. Beberapa hasil karya semasa Hayam Wuruk lainnya antara lain:
- Pemeliharaan tempat-tempat penyeberangan melintasi bengawan Solo dan Brantas;

- Perbaikan bendungan Kali Konto (sebelah timur Kadiri);

- Memperindah Candi untuk Tribhuwanottunggadewi di Panggih;

- Perbaikan dan perluasan tempat suci Palah (Panataran);

- Penyempurnaan Candi Jabung dekat Kraksaan (1354);

- Membuat Candi Surawana dan Candi Tigawangi di dekat Kadiri (1365);

- Membuat Candi Pari (dekat Porong) bercorak dari Campa di tahun 1371;

- Kitab Nagarakrtagama yang merupakan kitab sejarah Singhasari dan Majapahit, dihimpun oleh mpu Prapanca di tahun 1365;

- Cerita-cerita Arjunawijaya dan Sutasoma oleh Tantular;

- Habisnya riwayat Sriwijaya di tahun 1377, yang dibinasakan oleh Majapahit.

Hayam Wuruk wafat tahun 1369, yang diperkirakan dimuliakan di Tayung (daerah Brebek Kediri), yang digantikan oleh keponakannya, Wikramawardhana, suami dari anak perempuannya, Kusumawarddhani.

Sedangkan anak Hayam Wuruk dari isteri bukan permaisuri, Bhre Wirabhumi, diberi pemerintahan di ujung Jawa Timur.

Wikramawardhana (1369-1428) dan Wirabhumi di tahun 1401-1406 berperang, yang dikenal dengan nama perang Paregreg, dimana Wirabhumi terbunuh. Disini Tiongkok mengetahui bahwa perang saudara itu melemahkan Majapahit, sehingga segera berusaha memikat daerah-daerah luar Jawa untuk mengakui kedaulatannya.

Misalnya KalimantanBarat yang dalam tahun 1368 telah diganggu oleh bajak laut dari Sulu sebagai alat dari Kaisar Tiongkok, sejak tahun 1405 tunduk kepada Tiongkok. Juga Palembang dan Malayu di tahun yang sama, mengarahkan pandangannya ke Tiongkok dengan tidak menghiraukan Majapahit.

Malaka sebagai pelabuhan dan kota dagang penting yang beragama
Islam (1400), juga dianggap majapahit sudah hilang. Demikian daerah-daerah lainnya, dan ada juga yang masih mengaku Majapahit sebagai atasannya tetapi dalam prakteknya tidak banyak hubungan dengan pusat.

Sehingga saat Wikramawardhana meninggal di tahun 1428, kerajaan Majapahit yang besar dan bersatu sudah tidak ada lagi. Ada cerita menarik tentang keadaan kota Majapahit dan rakyatnya, dari uraian Ma Huan yang asli dari Tiongkok dan
beragama Islam dalam bukunya Ying-yai Sheng-lan, yang ditulis saat mengiringi Cheng-Ho (utusan kaisar Tiongkok ke Jawa) dalam perjalananya yang ketiga ke daerah-daerah lautan selatan, antara lain :

- Kota Majapahit dikelilingi tembok tinggi yang dibuat dari bata;

- Penduduknya kira-kira 300.000 keluarga;

- Rakyat memakai kain dan baju;

- Untuk laki-laki mulai usia 3 tahun memakai keris yang hulunya indah sekali dan terbuat dari emas, cula badak atau gading;

- Para pria jika bertengkar dalam waktu singkat siap dengan kerisnya;

- Biasa memakan sirih;

- Para pria pada setiap perayaan mengadakan perang-perangan dengan tombak bambu;
- Senang bermain bersama diwaktu terang bulan dengan diserai nyanyian-nyanyian berkelompok dan bergiliran antara golongan wanita dan pria;

- Senang nonton wayang beber (wayang yang setiap adegan ceritanya di gambar di atas sehelai kain, lalu dibentangkan antara dua bilah kayu, yang jalan ceritanya diuraikan oleh Dalang);

- Penduduk terdiri dari 3 (tiga) golongan, orang-orang Islam yang datang dari baratdan memperoleh penghidupan di ibukota, orang-orang Tionghoa yang banyak pulaberagama Islam, dan rakyat selebihnya yang menyembah berhala dan tinggal bersama anjing mereka.
Setelah wafatnya Wikramawardhana di tahun 1429 sampai sekitar 1522 tidak banyak diketahui tentang Majapahit, sedangkan keterangan dari Pararaton sangat kacau. Yang nyata, bintang Majapahit yang tadinya mempersatukan Nusantara semakin suram dan makin pudar, yang ditandai dengan perang saudara antar keluarga raja, hilangnya
kekuasaan pusat di daerah, dan adanya penyebaran agama Islam yang sejak sekitar tahun 1400 berpusat di Malaka disertai timbulnya kerajaan-kerajaan Islam yang menentang kedaulatan Majapahit.

Yang memerintah Majapahit setelah Wikramawardhana adalah anak perempuannya yaitu Suhita (1429-1447), dimana ibunya adalah anak dari Wirabhumi. Masa pemerintahannya ditandai berkuasanya kembali anasir-anasir Indonesia, antara lain didirikannya berbagai tempat pemujaan dengan bangunan-bangunan yang disusun sebagai punden
berundakundak di lereng-lereng gunung ( misalnya Candi Sukuh dan Candi Ceta di lereng gunung Lawu).

Selain itu terdapat pula batu-batu untuk persajian, tugu-tugu batu seperti menhir, gambar-gambar binatang ajaib yang memiliki arti sebagai lambang tenaga gaib, dan lainlain.
Suhita digantikan oleh adik tirinya, Krtawijaya (1447-1451).

Kemudian cerita sejarah dan pergantian raja-rajanya setelah 1451 tidak dapat diketahui dengan pasti. dari kitab Pararaton kita kenal raja Raja Suwardhan sebagai pengganti
Krtawijaya, tetapi ia berKaraton di Kahuripan dari tahun 1451 sampai 1453.

Tiga tahun tanpa raja, lalu dilanjutkan oleh Bre Wengker (1456-1466) bergelar Hyang Purwawisesa. Di tahun 1466 ia digantikan oleh Bhre Pandansalas yang nama aslinya Suraprabhawa dan bernama resmi Singha wikramawardhana, berKaraton di Tumapel selama 2 (dua) tahun.

Dalam tahun 1468 ia terdesak oleh Krtabhumi (anak bungsu Rajasa wardhana), yang kemudian berkuasa di Majapahit. Sedangkan Singhawikramawardhana memindahkan kekuasaannya ke Daha, dimana ia wafat di tahun 1474. Di daha ia digantikan anaknya, Ranawijaya yang bergelar Bhatara Prabu Girindrawardhana, yang berhasil menundukkan Krtabhumi dan merebut Majapahit di tahun 1474. Menurut prasastinya di tahun 1486 ia menamakan dirinya raja Wilwatika Daha Janggala Kadiri, namun kapan berakhirnya memerintah tidak diketahui.

Demikian tentang riwayat Majapahit semakin gelap, kecuali berita-berita dari Portugis bahwa Majapahit di tahun 1522 masih berdiri dan beberapa tahun kemudian
kekuasaannya berpindah ke kerajaan Islam di Demak. Akan tetapi, masih ada juga kerajaan-kerajaan yang meneruskan corak kehinduan Majapahit misalnya, yaitu Pajajaran
yang akhirnya lenyap setelah ditundukkan oleh Sultan Yusuf dari Banten di tahun 1579, juga Balambangan yang di tahun 1639 baru bisa ditundukkan oleh Sultan Agung dari Mataram, disamping masyarakat di pegunungan tengger yang sampai saat ini masih mempertahankan corak Hindunya dengan memuja Brahma, dan Bali yang masih tetap dapat mempertahankan kebudayaan lamanya.

Penerus Majapahit yang tetap di Majapahit (selain Purbawisesa yang beKaraton di Kahuripan) adalah Kertabumi/Brawijaya, yang memerintah di tahun 1453-1478. Tidak diketahui mengenai perjalanan kerajaannya. Namun ia mempunyai salah satu putra yang bernama raden Patah atau Jin Bun, yang diberi kedudukan sebagi Bupati Demak.
Hanya saja yang menarik, ia mengundurkan diri dan pindah ke gunung Lawu, lalu masuk agama Islam, dimana pengikut setianya yaitu Sabdapalon dan Noyogenggong sangat menentang kepindahan agamanya. Sehingga, dikenal adanya semacam sumpah dari Sabdopalon dan Noyogenggong, yang salah satunya mengatakan bahwa sekitar 500 tahun
kemudian, akan tiba waktunya, hadirnya kembali agama budi, yang kalau ditentang, akan menjadikan tanah Jawa hancur lebur luluh lantak.


9. KERAJAAN DEMAK

Seorang Bupati putra dari Brawijaya yang beragama Islam disekitar tahun 1500 bernama raden Patah/Jin Bun/R. Bintoro dan berkedudukan di Demak, secara terbuka memutuskan ikatan dari Majapahit yang sudah tidak berdaya lagi, dan atas bantuan daerah-daerah lain yang telah Islam (seperti Gresik, Tuban dan Jepara), ia mendirikan kerajaan Islam yang
berpusat di Demak. Putra lainnya bernama Bondan Kejawan/ Lembupeteng di Tarub mengawini Rr. Nawangsih (anak dari hasil perkawinan antara Joko Tarub dan Rr. Nawangwulan) mempunyai cucu dari anaknya bernama Kyai Ageng Getas/R. Depok di Pandowo, yaitu Kyai Ageng Selo/Bagus Songgom/Risang Sutowijoyo/Syeih Abdurrahman. Putra lain dari Brawijaya yang bernama Lembupeteng juga berkedudukan di Gilimangdangin/Sampang, mempunyai cucu buyut bernama raden Praseno yang menjadi adipati Sampang, berjuluk Cakraningrat I, yang mana putranya yang bernama
pangeran Undakan menggantikannya dan bergelar cakraningrat II, sedang putra yang satunya lagi mempunyai anak yaitu Trunojoyo.

Sedang putri dari Brawijaya yaitu Ratu Pambayun yang kawin dengan Pn. Dayaningrat mempunyai 2(dua) anak bernama Kebokanigoro dan Kebokenongo/Ki Ageng Pengging yang menjadi teman dekat seorang wali kontraversial yaitu Syeh Siti Jenar.

Ia akhirnya juga mampu meruntuhkan Majapahit dan sebagai raja Islam pertama bergelar Sultan Demak ia mencapai kejayaan, tapi sebagai lambang dari tetap berlangsungnya kerajaan kesatuan Majapahit dalam bentuk baru, semua alat upacara dan pusaka dibawa ke Demak. Ia wafat di tahun 1518 dan digantikan oleh putranya bernama Pati Unus atau
pangeran Sabrang Lor bergelar Sultan Demak yang hanya 3 tahun memerintah karena meninggal.

Lalu ia digantikan saudaranya yaitu pangeran Trenggono bergelar Sultan Demak yang memerintah sampai tahun 1548. Dalam memerintah Trenggono mampu memperluas kerajaan sampai di daerah Pase Sumatra Utara yang dikuasai Portugis, dimana
seorang ulama dari Pase bernama Fatahillah menyeberang ke Demak dan dikawinkan dengan adik raja. Karena Fatahillah, maka Demak berhasil merebut tempat tempat perdagangan kerajaan Pajajaran di Jawa Barat yang belum Islam, yaitu Cirebon dan Banten (akhirnya diserahkan Fatahillah oleh Demak).

Di tahun 1522 orang Portugis datang ke Sunda Kalapa (Jakarta sekarang) bekerja sama dengan raja Pajajaran menghadapi Islam, dimana Portugis diijinkan mendirikan benteng di Sunda Kalapa itu. Lalu di tahun 1527 orang Portugis datang kembali dimana Sunda Kalapa sudah berubah nama menjadi Jayakarta, dibawah kekuasaan Fatahillah yang
tinggal di Banten, sehingga Portugis kalah perang dan meninggalkan daerah tersebut.

Sedangkan Trenggono sendiri walau berhasil menaklukkan Mataram dan Singhasari, tapi daerah Pasuruan serta Panarukan dapat bertahan dan Blambangan tetap menjadi bagian dari Bali yang tetap Hindu, yang mana di tahun 1548 ia wafat akibat perang dengan
Pasuruan.
Kematian Trenggono menimbulkan perebutan kekuasaan antara adiknya dan putranya bernama pangeran Prawoto yang bergelar Sunan Prawoto (1549). Sang adik berjuluk pangeran Seda Lepen terbunuh di tepi sungai dan Prawoto beserta keluarganya dihabisi oleh anak dari pangeran Seda Lepen yang bernama Arya Panangsang.

Tahta Demak dikuasai Arya Penangsang yang terkenal kejam dan tidak disukai orang, sehingga timbul kekacauan dimana-mana. Apalagi ketika adipati Japara yang mempunyai pengaruh besar dibunuh pula, yang mengakibatkan si adik dari adipati japara
berjuluk Ratu Kalinyamat bersama adipati-adipati lainnya menentang Arya Panangsang, yang salah satu dari adipati itu bernama Hadiwijoyo berjuluk Jaka Tingkir, yaitu putra dari Kebokenongo sekaligus menantu Trenggono.

Jaka Tingkir, yang berkuasa di Pajang Boyolali, dalam peperangan berhasil membunuh Arya Penangsang. Dan oleh karena itu ia memindahkan Karaton Demak ke Pajang dan ia menjadi raja pertama di Pajang.

Dengan demikian, habislah riwayat kerajaan Islam Demak. Namun menginformasikan kerajaan Demak, kurang komplit kalau belum menceritakan tentang kedatangan Islam di Jawa dan keberadaan Wali Sanga saat berkuasanya Demak.

Kedatangan Islam ke Jawa

Di Gresik (daerah Leran) ditemukan batu bertahun 1082 Masehi berhuruf Arab yang menceritakan bahwa telah meninggal seorang perempuan bernama Fatimah binti Maimun yang beragama Islam.

Lalu disekitar tahun 1350 saat memuncaknya kebesaran Majapahit, di pelabuhan Tuban dan Gresik banyak kedatangan para pedagang Islam dari India dan dari kerajaan Samudra (Aceh Utara) yang juga awalnya merupakan bagian dari Majapahit, disamping para pedagang Majapahit yang berdagang ke Samudra.

Juga menurut cerita, ada seorang putri Islam berjuluk Putri Cempa dan Putri Cina yang menjadi isteri salah satu raja Majapahit. Sangat toleransinya Majapahit terhadap Islam terlihat dari banyaknya makam Islam di desa Tralaya, dalam kota kerajaan, dengan angka tertua di batu nisan adalah tahun 1369 (saat Hayam Wuruk memerintah). Yang menarik, walau kuburan Islam tetapi bentuk batu nisannya seperti kurawal yang mengingatkan kala-makara, berangka tahun huruf Kawi, yang berarti bahwa di abad XIV Islam walau agama baru bagi Majapahit tetapi sebagai unsur kebudayaan telah diterima
masyarakat.

Diketahui pula bahwa para pendatang dari barat maupun orang-orang Tionghoa ternyata sebagian besar beragama Islam, yang terus berkembang dan mencapai puncaknya di abad XVI saat kerajaan Demak.

Wali Sanga (9) Mereka yang dianggap sebagai penyiar terpenting yang sangat giat menyebarkan agama Islam diberi julukan Wali-Ullah dan di Jawa dikenal sebagai Wali Sanga (9), yang merupakan dewan Dakwah/Mubaligh. Kelebihan mereka dibanding
kepercayaan/agama penduduk lama adalah tentang kekuatan bathin yang lebih, ilmu yang tinggi dan tenaga gaib.

Sehingga mereka selalu dihubungkan dengan tasawwuf serta sangat kurang dalam pengajaran fiqh ataupun qalam. Mereka tidak hanya berkuasa dalam agama, tapi juga dalam hal pemerintahan dan politik.

Menurut kitab Kanzul Ulum Ibnul Bathuthah, Wali Sanga berganti susunan orangnya sebanyak 5 (lima) kali yaitu :

Dewan I tahun 1404 M :

- Syeh Maulana Malik Ibrahim, asal Turki, ahli mengatur negara, dakwah di Jawa Timur, wafat di Gresik tahun 1419;

- Maulana Ishaq, asal Samarkan Rusia, ahli pengobatan, dakwah di Jawa lalu pindah dan wafat di Pasai (Singapura) ;

- Maulana Ahmad Jumadil Kubra, asal Mesir, dakwah keliling, makam di Troloyo - Triwulan Mojokerto;

- Maulana Muhammad Al Maghrobi, asal Maghrib - Maroko, dakwah keliling, makamnya di Jatinom Klaten tahun 1465;

- Maulana Malik Isro’il, asal Turki, ahli mengatur negara, dimakamkan di Gunung Santri antara Serang Merak di tahun 1435;

- Maulana Muhammad Ali Akbar, asal Persia/Iran, ahli pengobatan, dimakamkan di Gunung Santri tahun 1435;

- Maulana Hasanuddin, asal Palestina, dakwah keliling, dimakamkan tahun 1462 di samping masjid Banten Lama;

- Maulana Aliyuddin, asal Palestina, dakwah keliling, dimakamkan tahun 1462 di samping masjid Banten Lama;

- Syeh Subakir, asal Persia, ahli menumbali tanah angker yang dihuni jin jahat, beberapa

waktu di Jawa lalu kembali dan wafat di persia tahun 1462.

Dewan II tahun 1436 M :

- Raden Rahmad Ali Rahmatullah berasal dari Cempa Muangthai Selatan, datang tahun 1421 dan dikenal sebagai Sunan Ampel (Surabaya) menggantikan Malik Ibrahim yang wafat;
- Sayyid Ja’far Shodiq, asal Palestina, datang tahun 1436 dan tinggal di Kudus sehingga dikenal sebagai Sunan Kudus, menggantikan malik Isro’il ;

- Syarif Hidayatullah, asal Palestina, datang tahun 1436 menggantikan Ali Akbar yang wafat.

Dewan III tahun 1463 M :

- Raden Paku/Syeh Maulana A’inul Yaqin pengganti ayahnya yang pulang ke Pasai, kelahiran Blambangan, putra dari Syeh Maulana Ishak, berjuluk Sunan Giri dan makamnya di Gresik;

- Raden Said atau Sunan Kalijaga, putra adipati Tuban bernama Wilatikta, yang menggantikan Syeh Subakir yang kembali ke Persia;

- Raden Makdum Ibrahim atau Sunan Bonang kelahiran Ampel, putra Sunan Ampel yang menggantikan Hasanuddin yang wafat;

- Raden Qosim atau Sunan Drajad kelahiran Ampel, putra Sunan Ampel yang menggantikan Aliyyuddin yang wafat.

Dewan IV tahun 1466 M :

- Raden Patah putra raja Brawijaya Majapahit (tahun 1462 sebagai adipati Bintoro, tahun 1465 membangun masjid Demak dan menjadi raja tahun 1468) murid Sunan Ampel, menggantikan Ahmad Jumadil Kubro yang wafat;

- Fathullah Khan, putra Sunan Gunung jati, menggantikan Al Maghrobi yang wafat.

Dewan V :

- Raden Umar Said atau Sunan Muria, putra Sunan Kalijaga, yang menggantikan wali yang telah wafat;

- Syeh Siti Jenar adalah wali serba kontraversial, dari mulai asal muasal yang muncul dengan berbagai versi, ajarannya yang dianggap menyimpang dari agama Islam tapi sampai saat ini masih dibahas di berbagai lapisan masyarakat, masih ada pengikutnya, sampai dengan kematiannya yang masih dipertanyakan caranya termasuk dimana ia wafat dan dimakamkan.

- Sunan Tembayat atau adipati Pandanarang yang menggantikan Syeh Siti jenar yang wafat (bunuh diri atau dihukum mati).


10. KERAJAAN PAJANG

JokoTingkir sebagai raja bergelar Sultan Hadiwijaya (1568-1582), kedudukannya disahkan oleh Sunan Giri, segera mendapat pengakuan dari adipati-adipati di seluruh Jawa Tengah dan Jawa Timur. Sedangkan salah seorang anak Sultan Prawoto yaitu Arya Pangiri diangkat menjadi adipati Demak. Selain itu, salah seorang yang paling berjasa dalam membinasakan Arya Penangsang yaitu Kyai Ageng Pemanahan (putra dari Kyai Ageng Anis yang mana Anis adalah putra Kyai Ageng Selo) diberi imbalan daerah Mataram (sekitar kota Gede dekat Yogyakarta) untuk ditinggali, yang juga membuat namanya lebih dikenal dengan panggilan Kyai Gede Mataram.

Kyai/Ki Ageng Pemanahan dalam waktu singkat mampu membuat Mataram beserta rakyatnya maju. Namun sebelum dapat ikut menikmati hasil, yang usahanya dilanjutkan oleh sang anak yaitu Sutowijoyo (terkenal sebagai ahli peperangan yang nantinya ia lebih dikenal bernana Senapati ing Alaga/panglima perang), di tahun 1575 meninggal. Sedangkan tujuh tahun kemudian (1582) Joko Tingkir meninggal, yang mana pangeran Benowo seharusnya menggantikannya ternyata disingkirkan Arya Pangiri dan akhirnya hanya jadi adipati di Jipang.

Arya Pangiri diserang oleh Sutowijoyo yang dibantu pangeran Benowo, yang menghasilkan Sutowijoyo memindahkan Karaton Pajang ke Mataram dan ia menjadi raja bergelar Panembahan Senopati (1575-1601).

Tapi pengangkatan dirinya sendiri menjadi raja Mataram memperoleh banyak tantangan, karena politik ekspansinya. Kecuali Blambangan yang tetap bertahan dan belum Islam sesuai cita-cita Sutowijoyo, seluruh Jawa termasuk Cirebon dikuasai. Ia yang meninggal di tahun 1601 dan dimakamkan di Kota Gede, berhasil meletakkan dasar-dasar kerajaan Mataram.


11. KERAJAAN MATARAM (Islam)

Penggantinya adalah putranya dari perkawinannya dengan ratu Hadi (putri pangeran Benowo) yang bernama Mas Jolang, berjuluk Panembahan Seda Krapyak dan bergelar Sultan Hanyokrowati (1601-1613), yang banyak menghadapi pemberontakan.

Kegagalannya menaklukkan Surabaya walau di berbagai daerah berhasil, menyebabkan ia wafat di tahun 1613 dan dimakamkan di Kota Gede. Kemudian, anaknya yang menggantikan yaitu adipati Martapura yang sakit-sakitan segera digantikan oleh saudaranya bernama raden Rangsang yang berjuluk Sultan Agung Hanyokrokusuma
(1613-1646).
Di bawah pemerintahan Sultan Agung, Mataram mengalami kejayaan, terhormat dan disegani sampai di luar Jawa. Karaton yang semula di Kerta dipindahkan ke Plered. Musuh bebuyutan Mataram yaitu Surabaya, dapat ditaklukkan. Sukadana-Kalimantan dapat juga ditundukkan. Madura dibuat tidak berdaya dan Sultan mengangkat adipati Sampang menjadi adipati Madura yang bergelar pangeran Cakraningrat I.

Akhirnya seluruh Jawa Tengah dan Jawa Timur bernaung di bawah panji-panji Mataram, yang salah satu cara untuk mengikat para adipati adalah dengan mengawinkan
putri-putri Mataram dengan mereka. Malah Sultan sendiri mengawini putri Cirebon, yang mengakibatkan Cirebon juga dapat ia kuasai.

Namun Cita-citanya mempersatukan Jawa terganjal Kompeni Belanda yang berada di Batavia, sehingga untuk menaklukkan Banten yang tidak mau mengakuinya harus melenyapkan Kompeni terlebih dahulu. Maka disusunlah strategi penyerangan.

Saat Gubernur Jenderal dipimpin oleh Jan Pieterszoon Coen sekaligus wakil V.O.C. (Verrenigde Oost- Indische Compagni), Kompeni di tahun 1928 diserang Mataram walau mengalami kegagalan merobohkan benteng Belanda, akibat perbekalan pasukan yang habis, di samping Banten yang juga musuh Kompeni tapi hanya janji kosong ikut
menyerang.

Tanpa putus asa, Sultan menyerang kembali di tahun 1929, dengan mempersiapkan perahu-perahu berisi beras di sekitar perairan Batavia serta membuat gudang-gudang beras di Cirebon dan Krawang. Tapi ia gagal lagi, pasukannya kelaparan dan terjangkit berbagai penyakit akibat kalahnya perahu-perahunya dengan kapal-kapal Belanda
serta gudang-gudang beras yang dibakar oleh mata-mata musuh, walau Coen yang kagum terhadap pasukan Mataram wafat saat Batavia dikepung pasukan Mataram.

Tanpa lelah, Sultan Agung melakukan penyerangan kembali, dengan sebelumnya mengirim penduduk Jawa Tengah dan Sumedang untuk membabat hutan belukar di Krawang menjadi daerah pertanian serta membuat jalan-jalan yang
berhubungan dengan Mataram. Selain itu ia juga bersekutu dengan orang-orang Portugis di Malakka dan orangorang Inggris di Banten, untuk mempersulit pengiriman beras ke Batavia dan pedagangpedagang yang biasa ke Batavia ia alihkan langsung ke Malakka.

Tapi Saat sedang konsentrasi kepada Kompeni, ada pemberontakan dari Sunan Giri yang
ingin berkuasa di Jawa Timur, yang akhirnya berhasil ia redam termasuk Blambangan yang dapat ditaklukkan walau tidak lama kemudian bergabung kembali dengan Bali. Sementara itu Belanda semakin kuat dan menguasai laut dengan mengalahkan orang-orang Portugis.

Saat giat-giatnya Sultan mempersiapkan penyerangan untuk menghapus Belanda, tanpa disangka ia wafat (1646), sehingga menggagalkan cita-citanya dalam membasmi Kompeni. Yang menarik juga, ia dikenal bukan saja sebagai raja besar dan panglima ulung, tapi juga sebagai orang Islam yang ta’at beribadah dan menjadi contoh dalam kerajinannya dalam sholat Jum’at.

Di tahun 1633 ia mengadakan tarikh baru yaitu dari tarikh Saka yang berdasarkan tahun matahari (1 tahun = 365 hari) menjadi tarikh Jawa-Islam yang berdasarkan tahun bulan (1 tahun= 354 hari), sesuai tarikh Islam.

Tahun 1633 itu adalah tahun Saka 1555 dan tahun Saka ini menjadi tahun Jawa-Islam 1555 pula. Sedangkan untuk memperkokoh dirinya sebagai pemimpin Islam, ia mengirim utusan ke Mekkah dan yang di tahun 1641 kembali dengan membawa para ahli
agama untuk menjadi penasehat Karaton dan memperoleh gelar Sultan ‘Abdul Muhammad Maulana Matarami.

Pengganti Sultan Agung adalah Mangkurat Agung/Mangkurat I (1646-1677) atau juga dikenal sebagai Sunan Seda Tegalarum yang bertahta di Kartasura, dan selanjutnya digantikan oleh Mangkurat Amral / Mangkurat II (1677-1703), kemudian Mangkurat Mas/Mangkurat III (1703-1704), seterusnya pangeran Puger/Sunan Pakoeboewono I (1708-1719),
lalu Mangkurat Jawi/Mangkurat IV (1719-1727), yang dilanjutkan oleh Sunan Pakoeboewono II (1727-1745) dan memindahkan karaton ke Surakarta (1745-1749). Namun saat digantikan putranya yaitu Sunan Pakoeboewono III (1749- 1788), Mataram yang daerahnya sudah semakin sempit akibat kelihaian Belanda terpecah menjadi 2 (dua), yaitu satunya Surakarta tetap diperintah Sunan Pakoeboewono III, sedangkan Yogyakarta diberikan kepada pamannya sendiri yang bergelar Sultan Hamengkoeboewono I (1755-1792).
Putra dari pangeran Mangkunagara (salah satu putra Mangkurat IV) yaitu raden mas Said atau dikenal dengan julukan pangeran Sambernyawa, walau sangat tangguh melawan Kompeni tapi juga rasa hormat terhadap Pakoeboewono III, akhirnya bersedia bersepakat yang mana raden mas Said diberi kekuasaan serupa raja, tapi dengan beberapa
pengecualian.
Ia bergelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aria Mangkunagoro I dan berkedudukan di pura Mangkunegaran – Surakarta (1757-1795). Ini, merupakan hasil dari perjanjian Gianti.

Sedangkan di Yogyakarta pada tahun 1812 beberapa putra Sultan, selain ada yang menggantikan dirinya menjadi Sultan Hamengkoeboewono II (1792-1812), maka salah satu putranya di tahun 1812 yang barangkali untuk sepadan dengan Surakarta diangkat dan dibentuk pura sejenis Mangkunegaran dengan gelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Aria (KGPAA) Paku Alam I (1812 -1828).

Karya Kesusasteraan mengenai riwayat pecahnya kerajaan Mataram dalam tahun 1755 dan 1757 yang berubah menjadi Kasultanan Yogyakarta serta Kasunanan Surakarta dan Mangkunegaran, ada pada riwayat /Babad Giyanti karangan Yasadipura, yang betul betul sebuah sejarah dan sangat menarik dan menceritakan tentang pecahnya Mataram.

Sejak tahun 1945, kerajaan di Surakarta dan di Yogyakarta, mengakui dan melebur menjadi satu dengan Republik Indonesia, sehingga Karaton-Karaton tersebut disepakati hanya sebagai semacam institusi kekerabatan keluarga besar Karaton masing-masing, disamping ditetapkan oleh pemerintah sebagai cagar budaya. Kemudian di tahun 2000 ini
pimpinan dari Karaton Surakarta adalah Sunan Pakubuwono XII, pura Mangkunegaran adalah K.G.P.A.A. Mangkunagoro IX, Karaton Yogyakarta adalah Sultan Hamengkubuwono X dan pura Pakualaman adalah K.G.P.A.A. Paku Alam IX, dengan segala warisan budayanya yang sangat diharapkan tak akan pernah punah.


Related Posts with Thumbnails